Ngaji Jiwa Jawi; Memaknai Falsafah Filosofi Ketupat Lebaran

- 2 Mei 2022, 00:07 WIB
Kustawa Esye
Kustawa Esye /Dok Kiai Damar Sesuluh/

Oleh |.| Kustawa Esye

SETELAH sebulan penuh memenuhi kewajiban ibadah puasa Ramadhan, tibalah saatnya Idul Fitri, di Indonesia hari raya ini lebih populer disebut Lebaran dan sangat identik dengan tradisi Syawalan.

Masyarakat Jawa, menganggap ritual ibadah  Idul Fitri dan tradisi Syawalan bagai dua sisi mata uang. Itulah sebabnya, Hari Raya Idul Fitri yang hanya sehari, dianggap Lebaran pertama.

Sedangkan tradisi Syawalan yang berlangsung satu minggu setelah Idul Fitri, disebut Lebaran kedua disebut juga Bakda Kupat, ada juga yang menamakan tradisi Syawalan.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Memaknai Falsafah Filosofi Pacul

Walau di setiap daerah dirayakan dengan beragam prosesi ritual, dirangkaian dengan acara dan kemeriahan yang berbeda, namun ada satu kesamaan yang dipastikan ada dalam setiap tradisi Syawalan. Tak lain makanan tradisional khas, kupat atau ketupat namanya.

Bukan tanpa makna,  dalam falsafah jiwa jawine wong Jawi, makanan tradisional berbungkus janur atau daun kelapa yang masih muda ini,  sungguh merangkum multi makna. Baik dari dimensi  filosofi, spirit spiritual, maupun hakikat  jatidiri manusia.

Tak hanya itu, dalam ajaran kearifan lokal yang disampaikan waliyullah tanah Jawa, Sunan Kalijaga ketupat juga dimaknai sarat ajaran hidup dan kehidupan  manusia.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Nama Japamantra dan Doa

Halaman:

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x