KARANGANYARNEWS - Singgah di Cirebon, Jawa Barat, dan belum mencoba empal gentong, rasanya perjalananmu belum sah. Tapi tunggu dulu, di balik lezatnya kuah gurih dan aroma rempah yang khas, siapa sangka kuliner ini justru menyimpan kisah panjang tentang akulturasi atau percampuran budaya dari empat penjuru dunia?
Empal Gentong Cirebon bukan cuma makanan, tapi juga simbol akulturasi antara budaya Jawa, Arab, India, hingga Tiongkok. Sekilas, kuliner berkuah kental berwarna kuning ini terlihat seperti soto kare atau gulai.
Namun demikian, siapa pun yang sudah mencicipinya pasti setuju ini bukan sekadar semangkuk makanan. Ini adalah cerita, sejarah, dan kebanggaan warga Cirebon, Jawa Barat.
Empal Gentong, Lebih dari Sekadar Soto Kare
Buat kalian yang baru pertama kali melihatnya, empal gentong mungkin terlihat seperti soto kare. Kuah kuning kental, potongan daging, kadang pakai jeroan, dan disajikan panas-panas. Tapi jangan salah. Rasa dan sejarahnya, jauh lebih kompleks autentik.
Baca Juga: 15 Jenis Sambal Khas Nusantara: Menggugah Selera, Wajib Coba
Kuahnya yang gurih dan creamy, ternyata berasal dari perpaduan gaya masak India dan Arab. Sedangkan penggunaan jeroan, itu pengaruh dari kuliner Tionghoa. Sementara racikan bumbu dan rempah seperti kunyit, ketumbar, dan lengkuas semuanya khas Nusantara.
Di masa lalu, empal gentong dimasak memakai daging kerbau, bukan sapi seperti sekarang. Ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap masyarakat Hindu, yang pada masanya masih menjadi kelompok dominan di daerah ini. Sebuah bentuk toleransi yang jarang disadari dalam tradisi kuliner.
Tradisi Masak Pakai Gentong Masih Bertahan
Seperti namanya, empal gentong dimasak menggunakan gentong atau wadah terbuat dari tanah liat yang besar dan dalam. Proses memasaknya juga unik, menggunakan kayu pohon asam sebagai bahan bakar.
Baca Juga: Bebek Brongot: Kuliner Hidden Gem dari Borobudur yang Bikin Ketagihan