KARANGANYARNEWS - Di tangan Ketua DPRD Jateng, Sumanto filosofi kepemimpinan Jawa bukan sekadar simbol budaya, melainkan pedoman nyata dalam menjalankan roda pemerintahan.
Dalam suasana politik yang penuh tantangan, pendekatan yang menekankan rasa dan musyawarah justru menjadi fondasi yang kokoh untuk menghadirkan keadilan dan kebersamaan.
Di tengah hiruk-pikuk dinamika politik daerah yang semakin kompleks, gaya kepemimpinan Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, Sumanto justru tampil berbeda.
Baca Juga: Pelaku peretasan Minta Pinjaman Rp 10 Juta: Nomor WhatsApp Sumanto, Ketua DPRD Jateng Dibajak
Alih-alih mengedepankan kekuasaan atau dominasi partai, ia memilih pendekatan kepemimpinan Jawa yang menekankan pada rasa, harmoni, dan musyawarah. Baginya, menjadi pemimpin bukan tentang siapa yang paling keras bicara, tapi siapa yang paling mampu mengolah rasa dan mengayomi semua suara.
Memimpin dengan Filosofi "Ngolah Roso" dan "Rembugan"
Sumanto yang juga politisi senior dari PDI Perjuangan dengan tegas mengatakan, gaya kepemimpinannya dipengaruhi nilai-nilai budaya Jawa yang ia pegang teguh. Dua konsep utama yang ia terapkan adalah Ngolah Roso dan Rembugan.
- Ngolah Roso bermakna mengelola rasa, sebuah proses untuk menyelaraskan batin sebelum mengambil keputusan.
- Sementara Rembugan berarti berdiskusi atau bermusyawarah bersama, sebuah pendekatan yang menjunjung tinggi budaya musyawarah dan nilai gotong royong.
“Pemimpin itu harus peka. Harus bisa merasakan yang tidak diucapkan. Orang Jawa ini tidak selalu terus terang, jadi kita harus pandai menangkap rasa,” kata Sumanto, sebagaimana dilansir Antara.
Mewujudkan Musyawarah dalam Dunia Politik
Dengan 120 anggota DPRD Jateng dari berbagai latar belakang partai politik, tentu tidak mudah menyatukan pandangan. Namun Sumanto menilai, semua itu bisa dijembatani lewat komunikasi yang baik dan pendekatan rembugan.