KARANGANYARNEWS - Kabupaten Klaten identik dengan gerabah, tak hanya kualitas dan keragaman produknya. Teknik pembuatan ‘muter miring’, selain sangat langka nan unik juga menyimpan filosofi kehidupan nan luhur.
Teknik ‘muter miring’, para pengrajin gerabah menyebutnya. Inilah yang membedakan gerabah khas Klaten ini, dibandingkan produk gerabah serupa di daerah lain.
Sentra produk handycraft ‘muter miring’ atau memutar tidak tegak lurus ini, di perbatasan dua wilayah kecamatan. Tepatnya di Desa Melikan, Kecamatan Wedi dan Desa Pagerjurang, Kecamatan Bayat. Keduanya di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Baca Juga: Soto Bebek Klaten, Inilah Citarasa Khas dan Resto Terrekomendednya
Karena asal mula kerajinan grabah ini dikaitkan sejarah Sunan Pandanaran, sering disebut juga Sunan Tembayat, masyarakat termasuk yang di daerah lain hingga kini lebih menyebutnya gerabah Bayat.
Produk handycrafnya, mayoritas untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Diantaranya perkakas dapur seperti mangkok, cangkir, poci, piring, cowek, layah, celengan, periuk, dandang, genthong, jembangan penampung air dan lainnya.
Selebihnya, ada juga produk gerabah berbahan tanah liat yang diperuntukkan interior dan eksterior kekinian. Diantaranya pot atau vas bunga, patung atau boneka, hiasan dinding, meja, tempat dududuk, mainan anak-anak dan lainnya lagi.
Baca Juga: Inovatif, Piket Siaga Erupsi Gunung Merapi Sambil Jaga Kedai Kopi
Untuk membuat gerabah, masyarakat setempat tidak menggunakan meja putar tegak, sebagaimana pengrajin di daerah lain. Di Kecamatan Bayat dan Wedi, semua pengrajin gerabah menggunakan perbot (alat putar tradisional)miring atau menyerong.