Jagung Kini Jadi Komoditas Mahal

- 25 Juni 2021, 10:12 WIB
Gerakan stabilitas harga dan pasokan jagung di Solo beberapa waktu lalu.
Gerakan stabilitas harga dan pasokan jagung di Solo beberapa waktu lalu. /Langgeng Widodo/

"Cangkul... cangkul... cangkul yang dalam, mananam jagung di kebun kita".

Itu adalah dua bait terakhir lagu "Menanam Jagung" ciptaan Ibu Sud. Lagu anak-anak itu sangat masyur, ketika saya masih kecil. Karena lafalnya sederhana, maka mudah dihafalkan.

Ada pesan yang cukup dalam dan luas dari si pencipta lagu pada lagu itu. Yakni, kita akan memetik buah dari apa yang kita tanam. Mencangkul berarti kita bekerja keras dalam hidup, agar mendapatkan hasil di kemudian hari.

Ketika saya masih kecil, seumuran anak-anak, lagu itu sering kali dinyanyikan. Baik di sekolah, saat bermain, atau saat berkebun dan benar benar mempraktekan menanam jagung. Baik sendiri maupun beramai ramai.

Terkadang, dalam praktek pelajaran IPA atau Biologi di sekolah, para siswa disuruh menanam jagung dengan wahana yang sederhana, hanya dengan gelas plastik, air, kapas, dan biji jagung.

Anak-anak sangat familier dengan jagung. Apalagi mereka juga sering makan jagung dalam berbagai jenis makanan. Seperti jagung rebus, jagung bakar, grontol, marning, dan brondong jagung atau yang sering disebut popcorn.

Sejarah Jagung

Di beberapa daerah di Indonesia, jagung yang menjadi sumber protein dan karbohidrat, dijadikan makanan pokok, selain padi dan gandum. Tapi sekarang sudah jarang. Jagung juga menjadi bahan baku pakan ternak, terutama ayam dan binatang unggas lainnya.

Menilik sejarahnya, jagung bukanlah tanaman asli Indonesia. Berdasarkan temuan-temuan genetik, antropologi, dan arkeologi, jagung berasal dari Amerika Tengah. Tepatnya di Meksiko bagian selatan.

Halaman:

Editor: Langgeng Widodo


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah