BMKG Ingatkan Pacitan Harus Siap dengan Skenario Terburuk Tsunami

- 12 September 2021, 23:24 WIB
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan masyarakat dan pemerintah daerah Pacitan untuk siap dengan skenario terburuk gempa dan tsunami (Foto Ilustrasi: Pixabay/Rolandmey)
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan masyarakat dan pemerintah daerah Pacitan untuk siap dengan skenario terburuk gempa dan tsunami (Foto Ilustrasi: Pixabay/Rolandmey) /

KARANGANYARNEWS -  Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan masyarakat dan pemerintah daerah Pacitan untuk siap dengan skenario terburuk gempa dan tsunami.

Hal itu dilakukan untuk menghindari dan mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami yang mengintai pesisir Selatan Jawa akibat pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia.

"Berdasarkan hasil penelitian, Pantai Pacitan memiliki potensi tsunami setinggi 28 meter dengan estimasi waktu tiba sekitar 29 menit. Adapun tinggi genangan di darat berkisar sekitar 15 hingga 16 meter dengan potensi jarak genangan mencapai empat hingga enam kilometer dari bibir pantai," beber Dwikorita Karnawati, saat simulasi gempa bumi dan tsunami yang digelar bersama Kementerian Sosial di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Sabtu, 11 September 2021.

Baca Juga: Liga 1 Berjalan Tertib, Menpora Apresiasi Suporter

Dalam simulasi, kepala BMKG bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji melakukan verifikasi zona bahaya dan menyusuri jalur evakuasi bencana.

Dwikorita Karnawati menyebut, dengan skenario itu, masyarakat di zona bahaya perlu berlatih rutin melakukan langkah evakuasi mandiri bila mendapatkan peringatan dini tsunami maksimum lima menit setelah gempa terjadi.

Masyarakat, khususnya di wilayah pesisir pantai harus segera mengungsi ke dataran lebih tinggi jika merasakan goncangan gempa besar.

"Masyarakat yang berada di pantai tidak perlu menunggu perintah, aba-aba, atau sirine, segera lari karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit, sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh," imbuhnya dalam siaran pers.

Dwikorita Karnawati mengatakan, skenario masih bersifat potensi yang bisa saja terjadi atau bahkan tidak terjadi. Namun demikian, masyarakat dan pemerintah daerah harus siap dengan skenario terburuk.

Artinya, lanjut dia, jika masyarakat dan pemerintah daerah siap, jumlah korban jiwa maupun kerugian materi dapat diminimalisasi.

Dengan skenario terburuk ini, pemerintah daerah bersama masyarakat bisa lebih maksimal mempersiapkan upaya mitigasi lebih komprehensif.

Baca Juga: Edukasi Konservasi Merapi Merbabu, Beragam Satwa Endemik Dilepasliarkan

"Jika masyarakat terlatih, maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut," ujarnya.

Dwikorita Karnawati menegaskan, hingga saat ini tidak ada teknologi atau satu pun negara di dunia yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa dan tsunami secara tepat dan akurat, lengkap dengan perkiraan tanggal, jam, lokasi, dan magnitudo gempa.

Semua masih sebatas kajian, salah satunya didasarkan pada sejarah gempa di wilayah tersebut.

Sementara itu, BMKG memberi rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk menyiapkan dan menambah jalur-jalur evakuasi lengkap dengan rambu-rambu di zona merah menuju zona hijau.

Mengingat luasnya zona bahaya (zona merah) dan padatnya pemukiman penduduk, pemerintah daerah harus lebih cermat dan tepat dalam memperhitungkan jumlah dan lokasi jalur evakuasi yang diperlukan.

Pertimbangannya adalah jarak lokasi evakuasi, waktu datangnya gelombang genangan tsunami, kalayakan jalur, serta menyiapkan mekanisme dan sarana prasarana evakuasi secara tepat.

Baca Juga: Sedekah Tumpeng, Ritual Warga Stabelan Penangkal Erupsi Merapi dan Pandemi Covid-19

Pemerintah daerah, lanjut Dwikorita Karnawati juga perlu mempersiapkan secara khusus sarana dan prasarana evakuasi bagi kelompok lanjut usia (lansia) dan difabel.

Selain itu, masyarakat juga harus terus diedukasi mengenai potensi bencana dan cara menghadapinya.

"Saya rasa perlu juga disiapkan semacam Tempat Evakuasi Sementara (TES) ataupun Tempat Evakuasi Akhir (TEA) sebagai tempat penampungan khusus bagi warga yang mengungsi dengan ketersediaan stok atau cadangan logistik yang memadai," pungkasnya. ***

Editor: Andi Penowo

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x