KARANGANYARNEWS - Keberadaan patung di simpang tiga bekas lapangan Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, tak lepas dari sejarah Pakoe Buwono VI, raja termuda paling berani melawan kolonial Belanda.
Di Kecamatan yang berada di lereng gunung Merapi Merbabu inilah, Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat tersebut menyusun dan mengatur strategi melawan kolonial Belanda di negeri ini.
Tak hanya itu, Pakoe Buwono yang juga getol laku spiritual ‘tapa brata’, pun menjadikan area perbukitan berudara sejuk nan asri ini sebagai tempat ritual menjernihkan fikir dan mengkhusukkan dzikir kepada Sang Pencipta.
Baca Juga: Pengerjaan Belum Usai, Patung PB VI di Sela Kian Menarik Wisatawan
Karena ketekunannya laku spiritual itu juga, Pakoe Buwono VI dikenal dan dijuluki Sinuhun Banguntapa. Tempat laku spiritualnya itu, sampai sekarang masih ada dikenal sebagai Gua Raja, di sebelah utara simpang tiga Selo.
Beberapa referensi sejarah menyebutkan, Pakoe Buwono VI yang bernama kecil Gusti Bandoro Raden Mas (GBRM) Sapardan, merupakan raja termuda kenaikan tahtanya, sepanjang sejarah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Dinobatkan sebagai raja 15 September 1823, selang 10 hari setelah ayahandanya Pakoe Buwono V meninggal dunia. Kala mengemban amanah sebagai raja, GBRM Supardan yang berpostur kecil itu masih berusia 16 tahun.
Baca Juga: Sedekah Tumpeng, Ritual Warga Stabelan Penangkal Erupsi Merapi dan Pandemi Covid-19
Mengetahui yang dinobatkan raja trah Mataram masih terlampau muda, secara kebetulan postur tubuhnya pun kecil, menjadikan kompeni atau kolonial Belanda yang kala itu sebagai penguasa di Tanah Jawa, memandangnya sebelah mata.