Dia masih memasak pindang kambing Wonogiri ini secara tradisional, menggunakan tungku dan kayu bakar untuk menjaga citarasanya.
Membuka lapak di rumahnya mulai pukul 16.00, kurang dari dua jam sudah habis. Pembeli bahkan sudah antre sebelum warung buka. Tidak jarang banyak pembeli yang kecele.
Baca Juga: Ini Dia 7 Kedai Kopi di Wonogiri Paling Hits dan Asyik
Setiap hari, Mbok Sinem menghabiskan sekitar 5 kg jerohan dan kikil. Dia tidak mau menambah omzet dengan alasan tidak ingin ngaya atau bernafsu.
“Ini kan bagian dari ibadah. Kalau terlalu ngaya malah nanti nggak berkah,” ujarnya.
Harganya pun sangat murah, hanya Rp 5 ribu per bungkus. Selain harga murah meriah, rasa pindang kambingnya benar-benar menggoda.
Baca Juga: Sega Berkat Wonogiri, Ini Ciri-ciri yang Asli dan Ala-ala
Pembeli datang datang dari berbagai wilayah Wonogiri, bahkan tidak sedikit yang berasal dari Kabupaten Karanganyar.
Meski merupakan kuliner khas Wonogiri, namun hanya sedikit yang membuat dan menjual pindang kambing.
Berbeda dengan masa tahun 1970-an di mana olahan kambing ini banyak dijual di pasar-pasar tradisional.