Soal Permusuhan Sosial Isu Agama, Ahmad Gaus: Indonesia Termasuk 11 Negara Terburuk

2 Juni 2023, 20:35 WIB
Ahmad Gaus bersama Ketua Umum Satupena Jawa Tengah Gunoto Saparie, dalam diskusi dan bedah buku 'Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama: Sembilan Pemikiran Denny JA soal Agama di Era Google' /Dok. Satupena Jawa Tengah/

KARANGANYARNEWS - Denny JA, berbeda pandang dengan para sarjana dan aktivis dalam menyikapi isu moderasi beragama yang belakangan ini gencar disuarakan oleh pemerintah. Para sarjana dan aktivis umumnya mempersoalkan sikap resmi pemerintah, dalam mengkonstuksi hubungan antaragama di tengah masyarakat.

 

"Alasannya, sudut pandang pemerintah dalam soal keagamaan biasanya konservatif. Di masa lalu, pemerintah melihat pentingnya moderasi beragama untuk mewujudnya stabilitas dalam menunjang pembangunan," Kata Ahmad Gaus.

Demikian disampaikan penulis buku Pemikiran Denny JA berjudul 'Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama: Sembilan Pemikiran Denny JA soal Agama di Era Google', dalam diskusi dan bedah buku karya dia terbaru tadi.

 Baca Juga: Dibedah Satupena Jawa Tengah, Inilah Kontroversi Buku Pemikiran Denny JA Karya Ahmad Gaus

Menurut Ahmad Gaus, kerukunan nasional di masa lalu merupakan modal utama terwujudnya persatuan dan kesatuan da­lam rangka mencapai tujuan dan cita­-cita pembangunan.

Karena tujuannya stabilitas, maka wacana tentang hubungan antaragama dikooptasi oleh negara, dan menjadi bagian integral dari politik pemerintah. Itulah sebabnya, sebagian sarjana dan aktivis bersikap skeptis terhadap kebijakan moderasi beragama saat ini.

Konsisten Menegakkan Hukum

 

Namun demikian, dikatakan Ahmad Gaus posisi Denny JA berbeda. Ia menyebutkan langkah pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag),  sudah tepat menjadikan moderasi beragama sebagai kebijakan publik (public policy). 

 Baca Juga: Bedah Buku Pemikiran Denny JA, Gunoto Saparie: Inilah Perubahan Kompleksitas Kehidupan Beragama

Berdasarkan data, Indonesia dinilai termasuk 11 negara terburuk dalam soal permusuhan sosial untuk isu agama. Dalam kasus ini Indonesia sejajar dengan Afganistan, Srilanka, Sudan, Pakistan, Somalia, Bangladesh, dan beberapa negara lain.

"Dianggap terburuk dalam soal kesehatan kehidupan beragama. Cukup banyak buktinya seperti pembakaran gereja, perusakan masjid milik jamaah Ahmadiyah di berbagai daerah, pengusiran Muslim Syiah seperti yang terjadi di Madura dan lainnya," terang dia.

Ahmad Gaus menuturkan, negara harus hadir di tengah masyarakat dan konsisten menegakkan hukum. Setiap kekerasan terhadap keberagaman,  harus dihukum.

 Baca Juga: Catat dan Waspadai: Tingginya Luapan Emosi Kelahiran Weton Sabtu Kliwon, Menurut Primbon Jawa

Dimaksud juga agar masyarakat melihat, bahwa negara memang konsisten dalam menciptakan kultur jera  bagi pelaku kekerasan dan mendorong iklim kebebasan. Namun demikian, iklim kebebasan itu tidak boleh selamanya top down melainkan harus dibangun oleh masyarakat sendiri.

Perbedaan Paham Keagamaan

 

Karena itulah, dalam buku yang ditulisnya Ahmad Gaus sepakat dengan Denny JA terkait keberpihakan negara pada moderasi beragama haruslah hanya sementara. Karena dalam jangka panjang, negara harus netral agama.

“Saya setuju dengan Denny JA, untuk tahap sekarang kita masih dapat memaklumi langkah negara untuk memilih memajukan paham moderasi agama. Namun, sekali lagi sifatnya hanya sementara saja," kata Ahmad Gaus menambahkan.

 Baca Juga: Tanpa Operasi Medis: Daun Kelor Mujarab Luruhkan Sel Kanker, Resep Obat Herbal dr Zaidul Akbar

Kebijakan pemerintah tersebut, dimaksud untuk merespon kondisi darurat bahwa Indonesia sudah dinilai sangat buruk dalam isu permusuhan sosial (social hostility), karena perbedaan agama ataupun paham keagamaan.

Acara diskusi dan bedah buku Pemikiran Denny JA berjudul 'Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama: Sembilan Pemikiran Denny JA soal Agama di Era Google' ini, berlangsung di sekretariatan Satupena Jawa Tengah, Sabtu 01 Mei 2023.

Dipandu Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah Mohammad Agung Ridlo, diskusi dan bedah buku berlangsung meriah dengan munculnya beragam tanggapan dari peserta yang terdiri dari mahasiswa, wartawan, dan anggota Satupena Jawa Tengah.

9 Pemikiran Denny JA

 

Selain itu, juga diramaikan dengan parade pembacaan puisi oleh Fransisca Ambar Kristiani, Tirta Nursari, Yusri Yusuf, dan Warsit MR. Dimeriahkan juga musikalisasi puisi Aan Nawi, dengn permainan gitarnya.

 Baca Juga: Jadwal Final Piala FA Man City vs Man Utd Akhir Pekan Ini, Tayang di Mana?

Sebagaimana diberitakan KaranganyarNews.com sebelumnya, buku 'Era Ketika Agama Menjadi Warisan Kultural Milik Bersama: Sembilan Pemikiran Denny JA Soal Agama di Era Google', diterbitkan Cerah Budaya Indonesia (CBI), Maret 2023. 

Dalam buku karya Ahmad Gaus tersebut, berisi sembilan bab yang masing-masing membahas mengenai aspek-aspek pemikiran Denny JA seputar femomena agama mutakhir dan spiritualitas.

Bab 1, Iman Berbasis Riset.  Bab 2, Manusia: Dengan atau Tanpa Agama. Bab 3, Kitab Suci di Abad 21.  Bab 4, Moderasi Beragama dan Kesetaraan Warga. Bab 5, Hijrah Menuju Demokrasi.

 Baca Juga: 7 Waterpark di Banyuwangi Paling Top Markotop, Instagramable dan Spektakuler

Bab 6, Perebutan Tafsir Agama. Bab 7, Menggandeng Sains dan Jalaluddin Rumi.  Bab 8, Spiritualitas Baru Abad 21, dan Bab 9, Agama: Warisan Kultural Bersama Umat Manusia.

Gaus juga meringkas pemikiran Denny JA seputar agama di era Google dalam sembilan butir. Disebutkan, pentingnya pendekatan kuantitatif untuk membuat perbandingan soal  peran agama  di masyarakat.

Para arkeolog, berjasa mengkonstruksi ulang kisah agama. Setelah Nabi tiada, tiada pula tafsir tunggal agama dan yang tersisa adalah perebutan tafsir, penting juga kita memilih tafsir yang sesuai dengan prinsip HAM.

 Baca Juga: 50 Twibbon Waisak 2023 Terbaru Paling Syahdu Bergambar Stupa dan Budha, untuk Personal Tanpa Watermark Lembaga

Ahmad Gaus juga menunjukkan, bagaimana Islam Eropa mengembangkan tafsir Islamnya sendiri yang sesuai dengan kultur Eropa.  Dijelaskan, kita pun di Indonesia tak perlu terikat dengan tafsir kultur Timur Tengah. ***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler