Jejak Raden Mas Said (4): Strategi Pembiaran Markasnya Dibumihanguskan

- 16 November 2021, 12:33 WIB
Petilasan Markas yang sekaligus Pesangrahan Raden Mas Said di Desa Mojoroto yang dibumihanguskan prajurit Keraton Kartosuro dan tentara VOC Belanda
Petilasan Markas yang sekaligus Pesangrahan Raden Mas Said di Desa Mojoroto yang dibumihanguskan prajurit Keraton Kartosuro dan tentara VOC Belanda /dok-kustawa esye/

KARANGANYARNEWS - Luluh lantak hati Raden Mas Said, markasnya di Mojoroto, dibumihanguskan  prajurit Keraton Kartosuro dan pasukan kompeni Belanda, tak sedikitpun tersisa.

Mengetahui Raden Mas Said membangun pesanggrahan yang juga markas di Desa Mojoroto,  Kecamatan Mojogedang, Raja Keraton Kartosuro, Susuhunan Paku Buwono II, sangat mengkawatirkan kelangsungan kekuasaannya.

Demi tahta kerajaannya, Susuhunan Paku Buwono II yang kian terjerat intrik politik kolonial Belanda, memenuhi saran Mayor Hohendorff petinggi VOC  membumihanguskan markas Raden Mas Said di Mojoroto.

Baca Juga: Jejak Raden Mas Said (3):Inilah Kawah Candradimuka Alap-alap Samber Nyawa

Perhitungan logika matematik dalam strategi perang Raden Mas Said, memang sangat jitu. Mengetahui akan ada penyerangan dari Keraton Kartosuro dan VOC, demi strategi perang yang telah dirancang jauh sebelumnya, memilih menghindar bersama pengikutnya.

Begitu prajurit Keraton Kartosuro dan bala tentara VOC tiba di Mojoroto, markas Raden Mas Said sudah kosong. Sebagai pelampiasannya, seluruh bangunan menyerupai istana keratin tadi dibumihanguskan hingga tak tersisa bekasnya.

Dari Mojoroto, Mojogedang, Raden Mas Said beserta pengikutnya berniat ke lereng barat Gunung Lawu belahan selatan. Tepatnya menuju Dusun Segawe, kini masuk wilayah Kecamatan Jatiyoso, Kabupaten Karanganyar.

Baca Juga: Ini Dia 7 Kedai Kopi di Wonogiri Paling Hits dan Asyik 

Dalam perjalanan gerilyanya Raden Mas Said bertemu seorang wanita tua di suatu pedukuhan. Di luar dugaannya, perempuan yang disebut-sebut bernama Nyi Ageng Karang tadi, adalah Raden Ayu Sulbiah istri Pangeran Diponagara.

“Bukan Pangeran Diponegoro era era Perang Paregrek. Tapi Pangeran Diponagara putra Sinuhun Susuhunan Paku Buwono I,” terang Ki Panji Koeswening.

Dikisahkan budayawan yang juga sejarawan tadi, Pangeran Diponagara melakukan pemberontakan terhadap VOC yang bermarkas di Madiun. Atas tipu daya dan intrik licik Belanda ini juga, Pangeran Diponagara yang kemudian bergelar Panembahan Herucakra, ditangkap dan  dibuang ke Afrika Selatan hingga wafat dalam perasingan di sana.

Baca Juga: Primbon Jawa: Senin Kliwon, inilah 8 Jodoh Paling Sehati dan Pendongkrak Rejeki

Semenjak Pangeran Diponagara (Panembahan Herucakra) dibuang ke Afrika oleh colonial Belanda, Raden Ayu Sulbiyah (istrinya), memilih mengasingkan diri mengembara ke lereng barat Gunung Lawu.

Dalam pengembaraanya Raden Ayu Sulbiyah yang kemudian dikenal Nyai Dipo,  terus melakukan perlawanan kolonial Belanda. Selain melatih ulah kanuragan, juga mendidik strategi perang gerilya kepada para wanita, hingga terbentuklah  laskar perempuan lereng Gunung Lawu.  

Dalam pertemuannya dengan Nyi Dipo, Raden Mas Said mendapat wejangan spiritual reliqius maupun strategi melalui menu makanan jenang atau bubur bekatul yang disuguhkan kepada Raden Mas Said dan pengikutnya.

Baca Juga: Pasar Ngat Pahingan, Ikon Wisata Lereng Merapi Unik Nan Eksotik

Dirunut silsilah trah raja-raja dinasti Mataram Islam, disebutkan Raden Mas Said putra Pangeran Aryo Mangkunegara buah perkawinannya dengan Raden Ajeng Wulan, putri Kanjeng Pangeran Aryo Balitar. Raden Mas Said, tak lain adalah cucu Panembahan Heru Cakra, suami Raden Ayu Sulbiyah.

Episode berikutnya, karanganyarnews.pikiran-rakyat.com mendedah filosofi spirit reliqius jenang bekatul, wejangan Nyi Ageng Dipo kepada Raden Mas Said, terkait juga asal-usul Kabupaten Karanganyar. (Bersambung) ***

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah