Tak hanya itu, dalam ajaran kearifan lokal yang disampaikan waliyullah tanah Jawa, Sunan Kalijaga ketupat juga dimaknai sarat ajaran hidup dan kehidupan manusia.
Terkait hubungan horisantal sesama manusia atau habluminannas, demikian juga keterkaitannya hubungan peribadatan secara vertikal, antara manusia dengan Sang Kholiq atau habluminnallah.
“Janur atau daun kelapa muda yang diperuntukkan pembungkus ketupat, secara etimologi berasal dari bahasa Arab ‘Ja'a nur‘, berarti telah datang cahaya atau pencerahan dari Illahi,” terang budayawan yang juga deklarator bedirinya Majlis Mocopatan tadi.
Baca Juga: Idul Fitri, Momen Penting Merawat Kerukunan dan Persaudaraan
Dalam falsafah filosofi budaya Jawa, janur dimaknai dari dua kata. Pertama, ‘Jan’ diartikan ‘janjane’ (sesungguhnya). Kedua, ‘nur’ dimaknai cahaya atau pencerahan dari Allah SWT.
Janur berarti cahaya yang sesungguhnya, dapat dimaknai juga petunjuk yang sesungguhnya dari Illahi, siapa lagi kalau bukan Allah Seru Sekalian Alam.
Falsaafah filosofinya janur, tak lain sebagai harapan dan atau doa seusai menjalani syariat wajib puasa Ramadhan, agar mendapatkan cahaya Illahi atau petunjuk hidup dan kehidupan selanjutnya dari Sang Kholiq.
Lebar, Lebur, Luber dan Labur
Sedangkan Kupat atau ketupat yang juga berasal dari Bahasa Jawa, berarti traju papat (bersudut empat), ada juga yang memaknai laku papat (empat prilaku utama manusia).
Baca Juga: Ucapan Idul Fitri Minal Aidin Wal Faizin, Klasik Tapi Asyik