Disebutkan, manusia memiliki kegelapan batin berupa keserakahan (loba), kebencian (dosa), dan kebodohan. Dharma Sang Buddha, mengajarkan bagaimana manusia bisa mengikis tiga kegelapan manusia tadi. Caranya, mengembangkan batin hingga memiliki cinta kasih, welas asih, dan empati .
“Ketiga hal ini bila dilaksanakan, maka orang ini akan memiliki kebijaksanaan,” kata Paniran saat memberikan sambutan jelang proses pengambilan api abadi di Mrapen.
Baca Juga: Misteri Pembunuhannya Masih Gelap, Ini 10 Fakta Kronologi Mayat Perempuan di Kebumen
“Manusia juga harus mengembangkan meditasi agar mendapatkan suatu pencerahan. Jadi api ini menerangi kegelapan batin menjadi terang, menjadi baik dalam kehidupan sehari hari,” Paniran, Pgs Direktur Urusan Agama dan Pendidikan Agama Buddha.
DIjelaskan, setelah sampai di Candi Mendut api alam dari Mrapen tadi dijadikan media ritual dan puja-puja, malam harinya dibawa berjalan sesuai jarum jam mengelilingi candi sebanyak tiga kali, barulah disemayamkan di altar.
“Altar itu tempat suatu persembahan untuk memuja kepada Buddha. Patung itu sebenarnya bukan kita sembah, tapi kita mengingat bahwa Buddha Gautama merupakan Guru junjungan kita,” kata Paniran sebagaimana diunggah kemenag.go.id.
Baca Juga: Terkuak Identitasnya, Ini Misteri Penemuan Mayat Perempuan di Kebumen
Dalam unggahan portal resmi Kementrian Agama RI ini Ketua Umum Walubi, Hartati Murdaya mengatakan, api merupakan sumber penerangan dan kekuatan. Batin manusia gelap karena dipenuhi keserakahan, kebencian, dan kebodohan.
Karenanya, manusia membutuhkan kekuatan penerangan dan energi untuk bisa melawan sang aku atau sang ego.
“Itulah tugas utama untuk memerangi , melawan dan memenagkan sang aku, agar kehidupan ini menjadi tenang, tentram, bahagia,” kata Hartati.