KARANGANYARNEWS - Pengambilan api abadi dari Mrapen, Kabupaten Grobogan, menjadi salah satu rangkaian terpenting dalam setiap prosesi Hari Raya Waisak.
Sebagaimana dalam Hari Raya Waisak 2566 BE atau tahun 2022 M ini, api dharma yang diambil dari Grobogan tiba di Candi Mendut Sabtu, 14 Mei 2022 pukul 16.05 WIB dilanjutkan ritual persemayaman api dharma.
Sejumlah biksu dan umat Buddha secara bersama-bersama memanjatkan doa, usai memanjatkan doa di depan altar, mereka melakukan pradaksina mengelilingi Candi Mendut tiga kali searah jarum jam, pukul 18.20 WIB.
Baca Juga: Jelang Hari Raya Waisak, Ini 11 Pesona Candi Kalasan
Sambil membawa obor api di tangan. Bante Dhammavuddho, Ketua Keluarga Cendekia Budha Indonesia (KCBI) menjelaskan, penyemayaman api secara simbolis sebagai bentuk pencahayaan batin makhluk yang diliputi kegelapan.
“Kami memaknai api sebagai semangat untuk menerangi. Jadi seperti Waisak ini, Buddha datang ke dunia untuk membawa penerangan bagi semua makhluk,” kata Bante Dhammavuddho.
Ditambahkan juga, Waisak tahun ini merupakan momen untuk mempraktikkan Dharma ajaran Sang Buddha. Tepatnya, sebagai ladang berkah kebahagian.
Baca Juga: Mengintip Alamat Vihara di Tulungagung, Blitar dan Kediri
Sumber lainnya, dilansir KaranganyarNews.com Minggu, 15 Mei 2022 dari kemenag.go.id dijelaskan, api merupakan perlambang dharma yang menjadi ajaran Sang Buddha.
Disebutkan, manusia memiliki kegelapan batin berupa keserakahan (loba), kebencian (dosa), dan kebodohan. Dharma Sang Buddha, mengajarkan bagaimana manusia bisa mengikis tiga kegelapan manusia tadi. Caranya, mengembangkan batin hingga memiliki cinta kasih, welas asih, dan empati .
“Ketiga hal ini bila dilaksanakan, maka orang ini akan memiliki kebijaksanaan,” kata Paniran saat memberikan sambutan jelang proses pengambilan api abadi di Mrapen.
Baca Juga: Misteri Pembunuhannya Masih Gelap, Ini 10 Fakta Kronologi Mayat Perempuan di Kebumen
“Manusia juga harus mengembangkan meditasi agar mendapatkan suatu pencerahan. Jadi api ini menerangi kegelapan batin menjadi terang, menjadi baik dalam kehidupan sehari hari,” Paniran, Pgs Direktur Urusan Agama dan Pendidikan Agama Buddha.
DIjelaskan, setelah sampai di Candi Mendut api alam dari Mrapen tadi dijadikan media ritual dan puja-puja, malam harinya dibawa berjalan sesuai jarum jam mengelilingi candi sebanyak tiga kali, barulah disemayamkan di altar.
“Altar itu tempat suatu persembahan untuk memuja kepada Buddha. Patung itu sebenarnya bukan kita sembah, tapi kita mengingat bahwa Buddha Gautama merupakan Guru junjungan kita,” kata Paniran sebagaimana diunggah kemenag.go.id.
Baca Juga: Terkuak Identitasnya, Ini Misteri Penemuan Mayat Perempuan di Kebumen
Dalam unggahan portal resmi Kementrian Agama RI ini Ketua Umum Walubi, Hartati Murdaya mengatakan, api merupakan sumber penerangan dan kekuatan. Batin manusia gelap karena dipenuhi keserakahan, kebencian, dan kebodohan.
Karenanya, manusia membutuhkan kekuatan penerangan dan energi untuk bisa melawan sang aku atau sang ego.
“Itulah tugas utama untuk memerangi , melawan dan memenagkan sang aku, agar kehidupan ini menjadi tenang, tentram, bahagia,” kata Hartati.
Baca Juga: Rangkaian Perayaan Hari Raya Waisak 2566 BE di Candi Borobudur
Kenapa api disemayamkan di Candi Mendut, menurut Hartati hal kalau itu merupakan tradisi yang berlanjut sejak dulu. Menurutnya, Candi Mendut lebih tua dari Candi Borobudur.
Selain itu, diyakini juga Candi Mendut mempunyai kekuatan besar yang dapat membantu umat Buddha dalam memperkuat keyakinan dan kesadaran untuk mengamalkan ajaran Budha Dharma. ***