Tradisi Sadranan di Kampung Sinduadi, Budaya Akulturasi Jawa dan Islam dalam Merawat Kerukunan

22 Maret 2023, 14:36 WIB
Kampung Kutuwates RW 10 Sinduadi Mlati, Sleman menggelar do bersama pada acara nyadran di Makam Ki Nolowongso /Arief Winarko/ KaranganyarNews/

KARANGANYARNEWS –  Hari menjelang siang, memasuki Kampung Kutuwates, Sinduadi, Mlati di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa  Yogyakarta, terlihat masyarakat beriringan jalan memasuki sebuah makam besar.

Mereka datang bersama anggota keluarga, membawa  kebutuhan tradisi nyadran seperti  sapu, alat bersih-bersih dan makanan. Ratusan warga brkumpul, duduk beralas tikar sambil mendengarkan sambutan, dan acara inti doa bersama.

Acara cukup khidmat, karena semua warga Kutuwates yang memiliki leluhur tanpa memandang agama, budaya berkumpul dan berdoa bersama. Menurut  Yoko, Ketua Rw 10 agenda ruwahan atau nyadran ini dilakukan satu Rw, melibatkan 3  Rt, 07, 08, 09. 

Baca Juga: 30 Twibbon Marhaban Ya Ramadhan 2023, Paling Aplikatif Media Sosial dan Gratis Tis

Satu hari sebelum pelaksanaan, makam dibersihkan dengan gotong royong dan menyiapkan atap di halaman makan sebagai tempat nyadran. Bersih makam, simbol dari pembersihan diri menjelang Bulan Suci.

Bukan hanya hubungan manusia dengan Sang Pencipta, Nyadran dilakukan sebagai bentuk bakti kepada para pendahulu dan leluhur. Kerukunan serta hangatnya persaudaraan, sangat terasa setiap kali tradisi Nyadran berlangsung.

Sebagai  salah satu penghormatan kepada  leluhur,  nyadran  merupakan  tradisi  yang sangat erat dengan  masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Nyadran  berasal dari bahasa  ‘Sanskerta” yang berarti keyakinan.

Baca Juga: Umat Islam Wajib Tahu: Inilah Awal Puasa Ramadhan 2023 Menurut Muhammadiyah, NU dan Pemerintah

Tradisi nyadran, budaya  mendoakan leluhur yang sudah meninggal masing-masing daerah memiliki ciri khas dalam budaya nyadran ini.  Nyadran dikenal juga sebagai ruwahan, karena peristiwa ini dilakukan pada  bulan Ruwah. Nyadran sebagai tradisi budaya  Jawa,  merupakan akulturasi antara  budaya Jawa dan  Islam.

Nyadran termasuk salah satu tradisi menjelang bulan Ramadhan,  dilakukan dengan kearifan lokal masing-masing, setiap daerah memiliki tradisi masing-masing.  Dan biasanya, dilakukan  sebelum puasa atau tanggal 15, 20 dan 23 bulan Ruwah.

Seperti yang terlihat di beberapa makam di  Yogyakarta, masyarakat berduyun-duyun datang  untuk melakukan bersih sebagai rangkaian tradisi nyadran. 

Baca Juga: Sesulit Apapun Doanya Terkabulkan, Inilah 4 Weton Wanita Paling Ijabah di Bulan Puasa Ramadhan 2023

Tidak hanya  melakukan bersih-bersih makam, masyarakat juga antusias untuk bekerja sama  bergotongroyong dan berbagi  apa yang dibawa untuk rangkaian nyadran.

Selain bersih-bersih dilanjutkan dengan berdoa bersama yang dipimpin oleh sesepuh kampung, semua masyarakat dari berbagai angama berkumpul dan duduk bersama diatas tikar, mendengarkan  sambutan dari sesepuh kampung.

Cukup khidmat tradisi nyadran yang dilakuan di halaman makam makam  kampung Kutuwates Rw 10 Sinduadi, dengan nyadran silaturahmi antar warga terjaga, menguatkan budaya  gotong-royong, dan tentunya menjaga toleransi antar umat beragama.

Baca Juga: 5 Zodiak Paling Melimpah Ruah Rejeki Awal Bulan Puasa Ramadhan 2023, Kalian Salah Satunya?

Kegiatan ruwahan atau nyadran  yang dilakukan satu tahun sekali sebagai agenda rutin untuk menjaga silaturahmi warga berkumpul bersama. Walapun sebenarnya membersihkan makam dapat dilakukan kapan saja, karena moment sehingga kegiatan berkumpul dilakukan pada bulan Ruwah.

Selepas acara inti nyadran, berbagi makanan tanpa memandang identitas. Makan bersama atau kenduri, merupakan  acara atau ritual yang ditunggu oleh warga masyarakat setempat.  ***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler