Menguji Akurasi Hasil Test Perselingkuhan di Candi Sukuh

14 November 2021, 16:16 WIB
Relief Lingga Yoni berhadapat, tempat ritual test keperawanan dan perselingkuhan di Candi Sukuh, Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah /dok-kustawa esye/

KARANGANYARNEWS - Belum banyak yang tahu, Candi Sukuh selain sebagai tempat test keperawanan juga tempat ritual test perselikuhan kaum pria.

Kalian laki-laki hobiis, atau setidaknya pernah selingkuh?

Waspadalah, jika tiba-tiba pasangan hidup kalian mengajak ‘plesir’ ke Candi Sukuh. Siapa tahu, ajakan berwisata ke candi paling porno tadi hanyalah modus, ingin membuktikan atau ngetest suaminya pernah selingkuh.

Menurut mitologi masyarakat setempat, diyakini keberadaan Candi Sukuh merupakan peninggalan purbakala, tempat menggelar berbagai upacara tradisional, maupun ritual spiritual reliqius masyarakat setempat.

Baca Juga: Jejak Raden Mas Said (3):Inilah Kawah Candradimuka Alap-alap Samber Nyawa

Ki Buyut Lawu, budayawan yang juga sejarawan di lereng Gunung Lawu menyebutkan, Candi Sukuh bukan hanya sebagai tempat laku spiritual reliqius, terkait hubungan manusia dengan Sang Maha Pecipta.

Lebih dari itu, “Candi Sukuh juga sebagai pusat pelestarian adat, tradisi, tata krama maupun budaya masyarakat setempat,” terang pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) di Kabupaten Karanganyar tadi.

Sejumlah peninggalan purbakara berupa patung maupun relief pada Candi Sukuh di Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, menurutnya hingga sekarang masih diyakini masyarakat, bahkan masih sering dijadikan tempat berbagai tradisi ritual.

Baca Juga: Primbon Jawa: Minggu Wage, Inilah Kunci Pendongkrak Aliran Rejekimu

Dicontohkan relief Epos Sudamala, berada di sebelah utara bangunan utama  Candi Sukuh. Sampai sekarang, masih sering sebagai ritual ‘pangruwat’  ‘sukerta’ maupun ’sengkala’.

Dijelaskan, ‘pangruwat’ atau ‘ruwatan’ tradisi ritual menyirnakan ‘sukerta’ maupun ‘sengkala’. Menurutnya, ‘sukerta’ itu aura spiritual negatif yang telah ada sejak manusia dilahirkan.

Sedangkan ‘sukerta’, disebutkan aura negatif setelah manusia lahir ke dunia. Dalam adat tradisi leluhur Jawa, keduanya diyakini penyebab ketidaktenteraman, kesialan, bahkan malapetaka dalam kehidupan.

Baca Juga: Pasar Ngat Pahingan, Ikon Wisata Lereng Merapi Unik Nan Eksotik

“Nenek moyang kita melakukan upacara ritual ‘ruwatan’. Dimaksud untuk mensirnakan kedua aura spiritual negatif tersebut,” kata Ketua Komunitas Kiai Damar Sesuluh (Spirit Reliqius, Cultural dan Education) tadi.  

Sedangkan relief Lingga Yoni di pelataran depan candi induk, masyarakat  menggunakannya sebagai test kesucian atau keperawanan bagi para gadis yang akan melangsungkan pernikahan.

Caranya, gadis yang menjalani test keperawanan harus mengenakan kain jarit,  kemudian melangkahi relief Lingga Yoni. Jika kain jaritnya sobek dan meneteskan percikan darah, diyakini dia  sudah  ternoda alias tidak perawan.

Baca Juga: 7 Minuman Tradisional untuk Kesehatan, Bikin Hangat di Musim Hujan

Tak hanya untuk test keperawanan, relief dua alat reproduksi pria wanita berhadapan di komplek Candi Sukuh, juga sering jadi media ritual test perselingkuhan bagi kaum pria, terutama yang telah beristri.

“Laku ritualnya tak beda test keperawanan. Bedanya, jikalau setelah melompat melangkahi relief Lingga Yoni terkencing-kencing, diyakini pria beristri tadi pernah berselingkuh dengan perempuan lain”, jelasnya. ***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler