Namun begitu, budayawan asal Solo, KRHT. Kresna Handayaningrat menjelaskan bahwa perlu ada prosesi tersendiri yang bertujuan untuk memudahkan penyerapan berkah di bulan puasa.
Baginya padusan tetaplah sebuah ritual suci yang harus dijalankan dengan baik dan serius. Karena itu hendaknya mereka yang menjalankan ritual ini, mengikuti rangkaian-rangkaian prosesi yang dianjurkan.
Menurut Kresna, point penting dari prosesi padusan adalah air yang dipakai. Dari air yang sengaja disiapkan secara khusus itulah, seseorang akan bisa mendapatkan manfaat.
Karena itulah Kresna menyarankan agar dalam prosesi padusan ini dipilih air dari tempat yang ‘istimewa’, meski hanya sedikit dan dipakai sebagai campuran.
Selanjutnya air itu dicampur dengan bunga setaman dan langsung dipakai mandi, dnegan sebelumnya diiringi niat suci untuk menjalankan ritual padusan. Bunga setaman sangat diperlukan sebagai campuran, karena ritual ini sangat terkait dengan sesuatu yang bersifat gaib, yaitu berkah, karomah, ataupun wahyu.
Wewangian baik itu dari bunga maupun dupa dan kemenyan diyakini mampu menjadi pembuka pintu gaib.
Sehingga doa dan harapan yang kita panjatkan bisa langsung masuk menembus pembatas antara manusia dengan Tuhan.
Selain itu, sumber wewangian yang kita sediakan juga diyakini sebagai penarik berkah. Karena itulah saat beribadahpun kita dianjurkan untuk memakai minyak wangi, yang tentu bertujuan agar ibadah yang kita jalankan benar-benar membawa berkah.
Sedangkan waktu pelaksanaan prosesi padusan yang terbaik sebenarnya adalah tepat tengah malam menjelang dilakukannya makan sahur. Sebab pada saat itu, kita benar-benar tengah dalam kondisi suci ketika akan menjalankan ibadah puasa. Yang tentunya membuat kita lebih mudah menyerap berkah dari bulan yang suci ini.***