Falsafah Filosofi Reliqius Ketupat Lebaran, dalam Budaya Jawa

10 April 2024, 08:05 WIB
Tradisi Syawalan setelah Idul Fitri, disebut Bakda Ketupat. Berikut makna spiritual religius ketupat Lebaran, menurut Ki Buyut Lawu /Pixabay,com/ignartonosbg

KARANGANYARNEWS - Masyarakat Jawa, menganggap ibadah Idul Fitri dan tradisi Syawalan bagai dua sisi mata uang. Idul Fitri yang hanya sehari, disebut Lebaran pertama. Tradisi Syawalan yang berlangsung satu minggu disebut Bakda Ketupat. Berikut makna spiritual religius ketupat Lebaran, menurut falsafah filosofi budaya Jawa.

Setelah sebulan penuh memenuhi kewajiban ibadah fardlu Puasa Ramadhan, tibalah saatnya Idul Fitri. Di Indonesia, Hari Raya Idul Fitri ini populer disebut Lebaran yang sangatgat identik dengan tradisi Syawalan.

Tradisi Syawalan yang berlangsung satu minggu setelah Idul Fitri, disebut Lebaran kedua disebut juga Bakda ketupat.

 Baca Juga: Muslim Wajib Tahu, Inilah 6 Sunnah Sebelum Shalat Idul Fitri

Walau di setiap daerah dirayakan dengan beragam prosesi ritual, dirangkaian dengan acara dan kemeriahan yang berbeda. Namun ada satu kesamaan yang dipastikan ada dalam setiap tradisi Syawalan. Tak lain makanan tradisional khas,  ketupat namanya.

Bukan tanpa makna,  dalam falsafah filosofi budaya Jawa, , makanan tradisional berbungkus janur atau daun kelapa yang masih muda ini,  sungguh merangkum multi makna.

 

Filosofi Reliqius Janur

“Baik dari dimensi  falsafah filosofi, spirit spiritual reliqius, maupun hakikat  jatidiri manusia,” kata Ki Buyut Lawu Ketua Komunitas Kiai Damar Sesuluh (Spirit Reliqius, Cultural & Education)di lereng Guning Lawu.

 Baca Juga: 45 Link Twibbon Idul Fitri 1445 H: Gratis, Aplikatif Semua Media Sosial

Tak hanya itu, dalam ajaran kearifan lokal yang disampaikan waliyullah tanah Jawa, Sunan Kalijaga ketupat juga dimaknai sarat ajaran hidup dan kehidupan  manusia.

Terkait hubungan horisantal  sesama manusia atau habluminannas, demikian juga  keterkaitannya hubungan peribadatan secara vertikal, antara manusia dengan Sang Kholiq atau habluminnallah.

“Janur atau daun kelapa muda yang diperuntukkan pembungkus ketupat, secara etimologi berasal dari bahasa Arab ‘Ja'a nur‘, berarti telah datang cahaya atau pencerahan dari Illahi,” terang budayawan yang juga deklarator bedirinya Majlis Mocopatan tadi.

 Baca Juga: Idul Fitri, Momen Penting Merawat Kerukunan dan Persaudaraan

Dalam falsafah filosofi budaya Jawa, janur dimaknai dari dua kata. Pertama, ‘Jan’ diartikan ‘janjane’ (sesungguhnya). Kedua, ‘nur’ dimaknai cahaya atau pencerahan dari Allah SWT.

Janur berarti cahaya yang sesungguhnya, dapat dimaknai juga petunjuk yang sesungguhnya dari Illahi, siapa lagi kalau bukan Allah Seru Sekalian Alam.

Falsaafah filosofinya janur,  tak lain sebagai  harapan dan atau doa seusai menjalani syariat wajib puasa Ramadhan, agar mendapatkan  cahaya Illahi atau petunjuk hidup dan kehidupan selanjutnya dari Sang Kholiq.

 

Lebar, Lebur, Luber dan Labur

Sedangkan Kupat atau ketupat yang  juga berasal dari Bahasa Jawa, berarti traju papat (bersudut empat), ada juga yang memaknai laku papat (empat prilaku utama manusia).

 Baca Juga: Ucapan Idul Fitri Minal Aidin Wal Faizin, Klasik Tapi Asyik

Empat prilaku utama yang harus dijalani manusia seuasai melakukan ibadah puasa fardlu selama Bulan Suci Ramadhan tadi, masing-masing; Lebar, Lebur, Luber lan Labur.

Secara harfiah,kata Lebar berarti usai menjalani Puasa Ramadhan. Memasuki bulan Syawal, usailah sudah menjalani syariat wajib, puasa lahir maupun batin sebulan penuh di Bulan Suci Ramadhan.

Sedangkan kata Lebur  berarti musnah, lepas atau tuntas.  Maksudnya, selepas melampaui uji mental spiritual selama Bulan Suci Raamadhan,  terbebas atau dileburlah seluruh kesalahan dan dosa-dosa yang dilakukan sebelumnya.

 Baca Juga: Biarlah Bulan Suci Ramadhan Berakhir, Nikmat Allah Tiada Akhir

Baik kesalahan terhadap sesama manusia, demikian juga dosa terhadap Allah SWT.  Dapat dimaknai juga, bulan Syawal merupakan bulan ampunan, waktunya lebur dan dileburkan kesalahan maupun dosa-dosanya.

Kata Luber yang juga dai Bahasa Jawa, berarti berlebih. Makna filosofinya, sebagai harapan untuk meraih rohmat dan karunia  berlimpah ruah dari Illahi. Baik limpahan rejeki, kemudahan segala urusan maupun kesuksesan hidup selanjutnya.

“Sedangkan kata Labur, artinya pencerahan. Dapat juga dimaknai keceriahan wajah dan kebahagiaan hati,” kata Ki Buyut Lawu menutup penjelasannya terkait makna spiritual religius ketupat Lebaran , menurut falsafah filosofia budaya Jawa.***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler