8 Alasan, Kenapa Muhammadiyah Tetapkan Idul Fitri Hari Jumat 21 April 2023?

17 April 2023, 14:05 WIB
Inilah argumen hisab Muhammadiyah, sebagai metode penentuan waktu Idul Fitri. Salah satu diantaranya, gerak benda langit bersifat teratur dan eksak /

KARANGANYARNEWS –  Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan bahwa 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Jumat Pahing, tanggal 21 April 2023. Berkenaan dengan hal tersebut, Majelis Tarjih dan Tajdid juga telah melakukan sosialisasi hasil Hisab 1 Syawal dan 1 Zulhijah 1444 H.

 

Kegiatan sosialisasi yang dilakukan Sabtu, 15 April 2023 kemarin dimaksud   untuk menyampaikan hasil hisab perserikatan Muhammadiyah terkait awal Syawal, karena besar kemungkinan akan terjadi perbedaan dengan ketetapan Pemerintah Indonesia.

Sosialisasi ini untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep Hisab Hakiki Wujudul Hilal sebagai metode penetapan awal bulan kamariah secara sah dan syari.

Baca Juga: Mudik Lebaran 2023, Tol Solo-Joga-Kulonprogo Dibuka

Selain itu, dimaksud juga teruntuk menguatkan pelaksanaan ibadah Idul Fitri tahun 2023 dan Idul Adha tahun 2023 mengikuti hasil Hisab Muhammadiyah.

Pemateri Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, dengan judul 'Hisab dalam tinjauan syariat dan literatur' menyampaikan tentang beberapa argumen hisab, sebagai metode penentuan awal bulan. Diantaranya, gerak benda langit bersifat teratur dan eksak.

Dalam penjelasannya  Arwin Juli Rakhmadi menyampaikan, 8 argumen hisab sebagaimana dilansir KaranganyarNews.com dari muhammadiyah.or.id berikut ini:

8 Dasar Penetapan

 

 

  1. Gerak benda langit bersifat teratur dan eksak. Melalui observasi dan penelaahan ilmiah, manusia mampu mengamati fenomena bulan dan matahari. Argumen ini ia sampaikan berdasarkan telaahnya terhadap QS. Yunus ayat 5 dan Qs Al-Isra’ ayat 12.

 Baca Juga: Inilah Jawabnya, Apakah Potong Rambut Kemaluan Membatalkan Puasa?

 

  1. Sifat informatif-imperative ayat-ayat hisab. Firman Allah dalam QS. Yunus ayat 5, Al-Isra’ ayat 12, dan Yasin ayat 39 tidak hanya berisi informasi, tetapi juga mendorong untuk melakukan perhitungan terhadap gerak matahari dan bulan. Perhitungan ini, berguna karena dapat dijadikan dasar penentuan waktu oleh umat Islam yang diterjemahkan dalam hari, tanggal, bulan, dan tahun.
  2. Rredaksi hadis faqduru lah diartikan sebagai fahsibu lah (maka hitunglah). 
  3. Rukyat diartikan sebagai rukyat bil ‘ilmi. Menurut Arwin, betapapun kata derivasi “ra’a” dalam literatur hadis Nabi SAW terkait rukyat bermakna melihat dengan mata, pengertian “ru’yah” itu sendiri secara bahasa dapat pula bermakna melihat secara ilmiah (ilmu). rukyat bil ‘ilmi sejatinya sinonim dengan hisab.
  4. Sifat ummy (buta huruf dan angka) sudah hilang. Saat ini rukyat bukan kriteria mutlak untuk memastikan masuknya sebuah awal bulan. Zaman Nabi Saw menggunakan rukyat karena masyarakatnya masih belum mampu membaca dan menghitung. ‘illat ini telah hilang, sehingga rukyat tidak lagi relevan untuk digunakan sebagai metode penentuan awal bulan.

 Baca Juga: Berhenti Haid di Siang Hari, Haruskah Menjalankan Puasa Ramadhan?

  1. Rukyat adalah sarana, bukan tujuan ataupun cara mutlak dalam penentuan awal bulan. Rukyat bukan merupakan bagian dari ibadah puasa, ia hanya bagian dari cara teknis untuk menentukan masuknya awal bulan. Sehingga mengganti rukyat dengan hisab, tidak menghilangkan esensi dari ibadah puasa.
  2. Hisabbersifat qath’i/yaqin, sedangkan rukyat bersifat zhanni
  3. Analogikan penentuan awal bulan dengan penentuan waktu salat. Jika waktu salat menggunakan hisab, mengapa tidak untuk menentukan awal bulan. “Tidak ada asalan bagi kita untuk tidak menerima hisab dalam penentuan awal-awal bulan hijriah, di antaranya Ramadan, Syawal, dan Zulhijah” ujar Arwin.

Sementara pemateri kedua oleh Oman Fathurohman, judul yang disampaikan adalah 'Hasil hisab 1 Syawal dan 1 Zulhijah 1444 H'. Ia menjelaskan, cara dan hasil perhitungan awal Syawal dan Zulhijah tahun ini.

Tinggi hilal pada awal Syawal di Yogyakarta adalah +01° 47’ 58’’ (sudah wujud). Ketinggian hilal lebih rendah untuk daerah sebelah Timur Yogyakarta, seperti Makassar dan Papua.

Sedangkan daerah di sebelah barat antara lain Jakarta, Aceh, dan Arab Saudi ketinggian hilal lebih tinggi. Karena semakin ke barat, maka tinggi hilal semakin Tinggi. ***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler