Tak Disangka, Celana Dalam Ternyata Bisa untuk Menemukan Korban Tenggelam

24 Maret 2022, 17:02 WIB
Ilustrasi Kecelakaan Kapal /RRI

KARANGANYARNEWS - Orang-orang yang tenggelam di laut, konon akan terjebak dalam dimensi gaib. Karena itu diperlukan ritual khusus agar mereka bisa diajak keluar, sehingga jasad mereka ditemukan.

Hal ini seperti yang dialami oleh Parjo dan Riyanto saat melaut di kawasan Pantai Prigi, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 2000an. Di mana saat itu cuaca buruk yang menerjang perairan Pulau Jawa, memaksa para nelayan untuk menunda aktifitas mereka di laut.

Namun tidak demikian dengan Parjo. Tuntutan kebutuhan ekonomi, memaksa bapak dua orang anak ini untuk tetap melaut, meski musibah kecelakaan mengancam di depan mata.

Dan memang benar, dua hari setelah kepergian Parjo untuk melaut, belum ada tanda-tanda kalau dia akan segera pulang.

Baca Juga: Kronologi Mencekam AKBP Beni Tewas Ditembak Kepalanya oleh Seorang Tahanan

Padahal biasanya mereka yang melaut dengan perahu-perahu kecil seperti Parjo, paling lama hanya akan berada di laut selama sehari semalam. Karena itulah hal itu membuat Tini, istrinya khawatir.

Bahkan kekhawatiran Tini semakin memuncak manakala dia mendengar kabar bahwa di laut tidak ada tanda-tanda keberadaan Parjo dan seorang temannya.

Malahan ada salah seorang tetangganya yang kebetulan melaut karena cuaca agak tenang, menemukan topi milik Yanto, orang yang ikut menemani Parjo melaut.

Topi itu terlihat mengapung di tengah laut dan kemudian diambil oleh Marjuki, tetangganya.

Baca Juga: Dihajar Sepeda Motor, Nenek Tua Langsung Menghadap Yang Maha Kuasa

Mungkinkah Parjo mengalami musibah..? Itulah pertanyaan yang menggelayut di hati dan pikiran Tini.

Sampai akhirnya saat waktu sudah memasuki hari keempat, dirinya mulai menyadari bahwa Parjo, suaminya kemungkinan tenggelam di tengah laut.

Apalagi hal itu dikuatkan dengan ditemukannya pecahan perahu oleh anggota tim SAR yang ikut mencari keberadaannya.

Namun sayangnya, cuaca buruk menyulitkan upaya warga nelayan serta tim SAR untuk menemukan jasad Parjo dan Yanto.

Bahkan sampai hari ke sepuluh, jasad keduanya juga belum ada tanda-tanda ditemukan. Sehingga hal itu mendorong Tini untuk melakukan cara lain, guna menemukan kembali jasad suaminya.

Baca Juga: Gunung Semeru Meletus 24 Kali Dalam Setengah Hari

Seorang sesepuh yang juga dikenal sebagai orang pintar di wilayah tersebut dimintai bantuan. Sebut saja namanya Mbah Setu.

Kebetulan pria 70 tahunan ini memang kerap dimintai bantuan oleh warga, untuk mencari anggota keluarga mereka yang hilang di laut.

Mbah Setu pun mulai beraksi. Cara yang dilakukan cukup sederhana. Dia hanya meminta celana dalam Soleh untuk dijadikan media ritual.

Namun demikian beberapa sesaji lain juga perlu disediakan. Salah satunya adalah bunga setaman, minyak wangi, kemenyan serta telur ayam tembean (telur yang baru pertama kali dikeluarkan oleh seekor ayam betina).

Media Celana Dalam

Celana dalam menjadi sangat istimewa dalam ritual ini karena menurut Mbah Setu barang ini adalah benda yang paling pribadi yang dimiliki oleh seseorang.

“Sebuah celana dalam pasti hanya akan dipakai oleh yang memilikinya. Sangat tidak mungkin kalau kemudian celana dalam tersebut dipakai bersama-sama apalagi yang memilikinya adalah seorang perempuan, bekas-bekas darah saat dia menstruasi dimungkinkan masih akan tersisa meskipun telah dicuci bersih, dan hal ini akan semakin mewakili sosok dari orang tersebut,” jelas Mbah Setu.

 Dengan media celana dalam tersebut menurut laki-laki tua ini, jiwa seseorang yang hilang akan diikat dan ditarik secara gaib. Sehingga kemudian hal itu akan berpengaruh pula pada raganya.

Baca Juga: Ya Ampun..! Hanya Gara-Gara Ini, Empat Gadis Remaja Kabur dari Rumah dan Memilih Tinggal di Hotel

“Ritual itu akan menarik jiwa si pemilik sehingga kemudian dia akan kembali,” ucapnya.

Setelah semua perlengkapan yang menjadi prasyarat dalam ritual pemanggilan secara gaib ini telah terpenuhi, selanjutnya tinggal ritual atau prosesi pemanggilan.

Menurut Mbah Setu, prosesi dalam ritual ini dibagi menjadi tiga yaitu sebelum datang ke punden, saat di punden, dan setelah pulang.

“Sebelum datang ke punden, seseorang sudah harus menjalankan puasa mutih tiga hari, jadi selama tiga hari itu dia tidak diperbolehkan makan selain nasi putih dan air putih. Selanjutnya sehari menjelang dilakukannya ritual di punden, orang itu harus mandi keramas untuk membersihkan segala noda dalam jiwanya,” terangnya.

Selain itu Mbah Setu juga menambahkan bahwa hendaknya ritual pemanggilan dilakukan bertepatan dengan hari dan pasaran saat orang yang pergi atau hilang itu dilahirkan (weton, Jawa).

Baca Juga: Miris. Setelah Sempat Diijinkan, Perempuan Taliban Kembali Dilarang Sekolah

“Dipilihnya weton ini karena pada saat itulah seseorang dilahirkan, sehingga diharapkan keadaan di mana dia hadir di muka bumi ini akan terulang setelah sekian lama pergi,” tambahnya.

Kemudian setelah semuanya siap, baik persyaratan berupa ubo rampe (sesaji) maupun jiwa raga orang yang melakukan ritual, tibalah pada ritual puncak yang mana prosesi dari ritual ini dilakukan di punden Watu Dukun.

Di bawah sebuah batu besar yang berada di ujung daratan yang menjorok ke arah laut tersebut, segala perlengkapan ritual diletakkan.

Dupa dan kemenyan selanjutnya dibakar, bunga setaman dan sebutir telur disiapkan dalam sebuah takir yang sebelumnya telah dilabur dengan minyak wangi jenis tertentu.

Bila semuanya telah disiapkan, prosesi awal dalam ritual ini adalah dengan melakukan semedi sejenak untuk memusatkan pikiran sambil membaca doa-doa sesuai dengan keyakinannya masing-masing, yang intinya berharap agar orang yang dicarinya bisa segera kembali.

Selanjutnya setelah melakukan pemusatan pikiran tersebut, barang pribadi dari orang yang dipanggil yang dibungkus dengan selembar kain putih diputar-putar sebanyak tiga kali di atas asap dupa dan kemenyan.

Baca Juga: Miris, Harta Berlimpah, tapi Tiap Malam Jumat Berubah Jadi Monyet

Setelah kain putih berisi barang pribadi (celana dalam) itu selesai diasapi di atas dupa dan kemenyan, selanjutnya isinya dikeluarkan.

Benda itu selanjutnya dicelupkan ke air laut yang tepat berada di bawah batu punden dan dipukul-pukulkan sebanyak 3 kali di atas batu yang disebut Watu Dukun itu.

“Setelah dicelupkan dan diangkat, selanjutnya benda itu dipukul-pukulkan sebanyak tiga kali ke batu punden sambil mengucapkan kata balik (kembali) setiap kali memukulkan. Makanya ada orang yang menyebut punden ini dengan nama watu kecrot, karena salah satu ritualnya adalah adanya benda yang dikecrotkan (dipukulkan) di batu itu,” papar Mbah Setu.

Ritual memukulkan celana dalam ke batu tersebut adalah prosesi terakhir yang harus dilakukan di punden Watu Dukun.

Namun hal itu bukan berarti bahwa keseluruhan prosesi telah selesai semuanya. Menurut Mbah Setu ada satu hal yang juga tidak boleh dilupakan sebagai bagian dari keseluruhan prosesi ritual pemanggilan tersebut.

Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah mengadakan selamatan berupa tumpeng lengkap dengan panggang ayam dan urap-urap serta sayur lodeh sepulang dari punden.

Baca Juga: Aneh, Warga Sekitar Telaga Jonge Gunung Kidul Tidak Berani Saling Besanan. Ada Apa..?

Kedahsyatan ritual inipun akhirnya benar-benar terbukti. Tiga hari setelah dilakukan ritual di punden Watu Dukun, jasad Parjo dan Riyanto ditemukan warga berada di sekitar lokasi punden.

Dan meski beberapa bagian tubuhnya terlihat rusak karena dimakan binatang laut, namun hal itu cukup melegakan Tini. Sebab dia masih tetap bisa bertemu dan menguburkan jasad suaminya itu.

Apa yang dialami Tini sebenarnya bukanlah hal yang baru di masyarakat.

Di saat cara rasional untuk menemukan jasad orang yang tenggelam di laut menemui jalan buntu, seringkali masyarakat mencoba menempuh cara yang irrasional. Dan tak jarang hal ini justru mencapai keberhasilan.

Hal ini bisa terjadi karena dalam keyakinan masyarakat Jawa, bahwa di wilayah lautan terdapat sosok gaib yang menjadi penguasanya.

Baca Juga: Primbon Jawa; Kamis Wage, Inilah Profesi Terderas Aliran Rejekimu

Karena itulah, segala yang terjadi di wilayah ini tentu tidak akan bisa lepas dari peran sosok gaib, yang disebut Ratu Kidul itu.

Sehingga saat masyarakat menemui jalan buntu dalam menemukan korban kecelakaan di laut, mereka seringkali mengarahkan pencarian ke cara supranatural, dengan melobi Ratu Kidul.

Dan bahkan punden Watu Dukun yang berada di tepi Pantai Karanggongso ini tak hanya digunakan untuk ritual mencari korban tenggelam.

Banyak pula orang yang memanfaatkannya sebagai tempat untuk melakukan pemanggilan jiwa seseorang yang disukai, agar bisa dijadikan kekasih atau pasangan hidup.

Artinya bahwa punden ini bisa dipakai sebagai tempat untuk melakukan ritual pelet. Yang mana media yang digunakan adalah celana dalam orang yang sedang diincar. Dan sejauh ini konon banyak yang berhasil mewujudkan harapannya.***

Editor: Langgeng Widodo

Tags

Terkini

Terpopuler