Risalah Nikmat Sehat dan Iman Teruntuk Ketaatan

27 April 2022, 15:05 WIB
Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M.Pd. /dok pribadi/

Ngaji Bareng |.| Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M.Pd.

RASULULLAH SAW menempatkan kesehatan sebagai nikmat yang terbaik, sesudah nikmat keimanan. Sebagaimana sabdanya; “Sesungguhnya manusia tidak diberikan sesuatu yang terbaik sesudah keyakinan (iman) kecuali kesehatan.” (Musnad Ahmad, Juz 1, Hal. 37).

“Mohonlah kepada Allah keselamatan dan kesehatan. Sesungguhnya tiada sesuatu pemberian Allah sesudah keyakinan (iman) lebih baik daripada kesehatan.” (HR. Ibnu Majah).

Ketika dikarunia nikmat iman dan nikmat sehat, sudah sepantasnya amanah tersebut digunakan hanya untuk perkara-perkara yang menuju kepada ketaatan.

Baca Juga: Wajib Catat, Inilah Adzab Menyakiti Hati Sesama Muslim

Kesehatan menjadi hal istimewa setelah keimanan, tidak sedikit ulama membahas mengenai kesehatan dan pentingnya menjaga kesehatan. Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam Kitabnya Ath-Thibbun Nabawi menjelaskan, penyakit ada 2 macam yaitu penyakit hati dan penyakit jasmani.

Kedua penyakit itu disebutkan dalam Alquran, penyakit Hati terbagi dua; (1) penyakit syubhat yang disertai keragu-raguan dan (2) penyakit syahwat yang disertai kesesatan.

Berkenaan penyakit syubhat, Allah berfirman, “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya” (QS. Al-Baqarah: 10).

Baca Juga: 30 Link Twibbon Hari Raya Idul Fitri 1443 H untuk Status WA, Facebook, Instagram, dan TikTok

Allah juga berfirman, “Supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), “Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai perumpamaan.” (QS. Al-Mudatsir: 31) Semua ayat ini berkaitan penyakit syubhat dan keraguan.

Adapun penyakit syahwat, difirmanka Allah, “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya…” (QS. Al-Ahzab: 32).

Berkenaan dengan penyakit jasmani, Allah berfirman, “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit.” (QS. An-Nur: 61).

Baca Juga: Mudik Lebaran, Inilah 5 Rangkaian Doa Selamat Sampai Tujuan

Perhatian ulama terhadap kesehatan sedemikian besar, maka sejarah pun mencatat dokter mempunyai posisi yang dekat dengan khalifah:

ﻭﻗﺪ ﺍﺭﺗﻔﻌﺖ ﻣﻜﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺒﻴﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺠﺘﻤﻊ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ، ﻭﺃﺻﺒﺢ

ﺃﻗﺮﺏ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺨﻠﻴﻔﺔ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ، ﺑﻞ ﻣﻦ ﺍﻷﻃﺒﺎﺀ ﻣﻦ

ﺃﺻﺒﺤﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﺯﺭﺍﺀ ﺍﻟﻤﻮﺛﻮﻕ ﺑﻬﻢ .

“Dokter memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat Islam. Mereka menjadi salah satu orang yang dekat dengan para khalifah dan hakim. Bahkan ada di antara para dokter yang menjadi menteri yang terpercaya.” (kids.islamweb.net/subjects/eshamatteb.html)

Imam Syafi’i pun berkata,

ﻻ ﺗﺴﻜﻨﻦ ﺑﻠﺪﺍ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻴﻪ ﻋﺎﻟﻢ ﻳﻔﺘﻴﻚ ﻋﻦ ﺩﻳﻨﻚ، ﻭﻻ ﻃﺒﻴﺐ

ﻳﻨﺒﺌﻚ ﻋﻦ ﺃﻣﺮ ﺑﺪﻧﻚ

“Janganlah sekali-kali engkau tinggal di suatu negeri yang tidak ada di sana ulama yang bisa memberikan fatwa dalam masalah agama, dan juga tidak ada dokter yang memberitahukan mengenai keadaan (kesehatan) badanmu.” (Adab Asy-Syafi’i wa manaqibuhu hal. 244, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, cet. I, 1424 H, Syamilah)

Baca Juga: 100 Ucapan Selamat Idul Fitri 1443 H untuk Status, WA, Story, Subtitle Video Reals, Snack dan TikTok

Pentingnya keberadaan ulama dan dokter di negara Khilafah, sudah menjadi sebuah keniscayaan. Oleh karena itu keberadaan ulama dan dokter di negara Khilafah yang akan datang pun harus menjadi prioritas, mengingat jumlah dokter spesialis di negeri ini masih minim.

Mendukung para pejuang syariah dan khilafah menjadi dokter ideologis, menjadi sebuah keharusan karena memang ilmu kedokteran telah menjadi perhatian ulama. Bahkan Imam Syafi’i berpendapat, ilmu kedokteran termasuk ilmu syar’i.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

ﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﻋﻠﻤﺎ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺤﻼﻝ ﻭﺍﻟﺤﺮﺍﻡ ﺃﻧﺒﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻄﺐ ﺇﻻ ﺃﻥ ﺃﻫﻞ

ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻗﺪ ﻏﻠﺒﻮﻧﺎ ﻋﻠﻴﻪ .

‘Saya tidak mengetahui sebuah ilmu (setelah ilmu halal dan haram) yang lebih berharga selain ilmu kedokteran, akan tetapi ahli kitab telah mengalahkan kita.”  (Siyar A’lam An-Nubala 8/528, Darul Hadits, Kairo, 1427 H, Syamilah)

 

Imam Syafi’i pun menyebut ilmu kedokteran sebagai ilmu syar’i. Beliau rahimahullah berkata,

ﺿﻴﻌﻮﺍ ﺛﻠﺚ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻭﻛﻠﻮﻩ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻴﻬﻮﺩ ﻭﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ.

“Umat Islam telah menyia-nyiakan sepertiga ilmu (ilmu kedokteran) dan meyerahkannya kepada umat Yahudi dan Nasrani.” (Siyar A’lam An-Nubala Adz-Dzahabi 8/258, Darul Hadits, Kairo, 1427 H, Asy-Syamilah)

Syaikh Muhammad Ast-Syinqitiy rahimahullah menjelaskan perkataan Imam Asy-Syafi’i, “Mengapa sepertiga ilmu? Karena ilmu syar’i ada dua : (1) ilmu yang berkaitan dengan keyakinan, dan (2) ilmu yang berkaitan dengan badan dan anggota badan.

Baca Juga: Amalan dan Doa Malam Lailatul Qadar di 10 Hari Terakhir Ramadan

Maka menjadi, ilmu dzahir dan ilmu batin, ilmu tauhid dan cabangnya yang merupakan realisasi dari tauhid. Maka dua ilmu ini, adalah pengobatan ruh dan jasad. Tersisa pengobatan badan dari bagian ilmu dzahir, ilmu ketiga.

Inilah yang dimaksud oleh perkataan Imam Asy-Syafi’i dari pemahamannya, “Umat Islam telah menyia nyiakan sepertiga ilmu (ilmu kedokteran) dan meyerahkannya kepada umat Yahudi dan Nasrani.”

Maksudnya, butuh terhadap orang Yahudi dan Nashrani (jika ingin berobat, karena tidak ada/ sedikit kaum muslim yang menguasai ilmu kedokteran).” (Durus Syaikh Muhammad Asy-Syinqitiy)

Baca Juga: Sederet Karomah Mbah Moen; Hentikan Hujan sampai Mobil Tanpa BBM

Meskipun perkataan ulama bukan sebuah dalil, namun beliau seorang yang ahli dalam ilmu hadits dan ilmu fiqih. Maka, pendapat beliau pun insya Allah lebih berhati-hati daripada pendapat kita yang sangat jauh derajat keilmuannya dibanding beliau.

Menjadi sangat istimewa ketika ilmu tersebut adalah ilmu syar’i. Beliau rahimahullah berkata,

ﻃﻠﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﺻﻠﺎﺓ ﺍﻟﻨﺎﻓﻠﺔ

“Menuntut ilmu (ilmu syar’i) itu lebih utama daripada shalat sunnah.” (Shahih Jami’ Al-Bayan 31/48). Orang yang mengerjakan shalat sunnah dan semisalnya, tidak ada yang merasakan manfaatnya kecuali hanya dirinya sendiri. ***

Drs. H. Moch Isnaeni, M,Pd. |.| Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)  Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), Ketua Komisi Dialog FKUB, Pembina DDII, Sekretaris Dai Kamtibmas Polres dan praktisi dakwah media cetak maupun online di Kabupaten Klaten.

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler