KARANGANYARNEWS – Dari inovasi seorang warga desa terpencil nan gersang, merambah ke seluruh penjuru kota di Indonesia. Bahkan, kini ekspansi ke luar negeri. Inilah jejak sejarah angkringan.
Karso Dikromo, namanya. Warga Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, inilah sang inovator angkringan, lebih popular disebut warung HIK yang sangat melegenda.
Jejak sejarah panjangnya, bermula dari keterpurukan nasib Karso Dikromo, semasa remajanya akrap dipanggil Djukut. Tahun 1930 silam, dia terpkasa meninggalkan desanya, demi memenuhi tuntutan kebutuhan hidup keluarganya.
Baca Juga: Desa Ngerangan, Cikal Bakal Warung HIK Nan Legendaris dan Ngangeni
Saat itu, Djukut tergolong masih remaja tanggung. Tepatnya, berusia 15 tahun. Karena ayahnya meninggal dunia, sebagai anak sulung mau tidak mau harus memikul peran menghidupi ibunya, sekaligus tiga adiknya.
Untuk bertahan hidup di desanya, pikir Djukut saat itu, tak mungkin dapat hidup layak. Karena kondisi geografis di desanya memang tak dapat diandalkan. Selain merupakan daerah tandus nan gersang, letaknya lereng perbukitan batu.
“Tidak ada sawah yang dapat ditanami padi, adanya tanah tegalan tadah hujan. Cuma dapat ditanami pala wija, panennya setahun sekali. Itu pun tak dapat maksimal karena tanah tegalannya banyak onggokan batu,” kisah Suwarna, warga Desa Ngerangan yang kini juga berprofesi pedagang HIK.
Baca Juga: Bupati Sukoharjo Gagal Membujuk Pasutri dan 13 Anak Penghuni Kolong Meja
Sesampainya di Kota Solo, Djukut yang setelah tuanya lebih akrap disapa Mbah Karso Dikromo secara kebetulan bertemu Mbah Wono, teman satu kampung halaman yang lebih dulu merantau ke Kota Solo.