Ngaji Jiwa Jawi: Spiritual Reliqius Sura dalam Akulturasi Islam Kejawen

- 30 Juli 2022, 00:49 WIB
Kustawa Esye; Ketua Komunitas Kiai Damar Sesuluh (Spirit Reliqious, Cultural & Education)
Kustawa Esye; Ketua Komunitas Kiai Damar Sesuluh (Spirit Reliqious, Cultural & Education) /Dok Komunitas Kiai Damar Sesuluh /

Diantaranya dengan laku prihatin (puasa puasa ngebleng, puasa mutih, puasa ngrowot, dan lainnya), kungkum atau merendam diri pada tempuran sungai, tapa mbisu dan lainnya.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Memaknai Falsafah Filosofi Pacul

Makna falsafah filosofi bulan Sura dalam mitologi jiwa jawine wong Jawi, warisan adiluhung bangsa kita inilah yang kemudian mengilhami Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Sebagaimana tercatat dalam sejarah, tanggal 08 Juli 1633 Masehi Raja Mataram dinasti Islam pertama di Jawa tadi menyatukan perhitungan penanggalan tahun Jawa Kuna dengan pananggalan Islam, berdasar perhitungan tahun Hijriyah.

Akulturasi perhitungan penanggalan tahun Jawa Kuna yang berdasarkan perputaran matahari (syamsiyah), diganti dengan perhitungan penanggalan berdasarkan perputaran rembulan (komariah).

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Nama Japamantra dan Doa

Nah, dari penanggalan ciptaan Sultan Agung Hanyakrakusuma itulah, setiap jatuhnya tanggal 1 Sura (menurut perhitungan tahun Jawa) selalu bertepatan dengan hari pasaran tanggal 1 Muharram, menurut pehitungan penanggalan tahun Hijriyah.

Karya cipta Raja Mataram dinasti Islam pertama ini, disebut-sebut sebagai akulturasi yang sangat bijak. Pasalnya, selain berdasarkan keyakinan agama Islam juga berlandaskan saripatinya spirit spiritual jiwa jawine wong Jawi.

Inilah sebagai bukti nyata sekaligus pralambang, manunggaling bebrayan agung sekaligus golong-gilige toleransi antar umat beragama, sebenarnya telah tercipta sejak tahun 1633 Masehi.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Eling Pepeling Filosofi Caping

Halaman:

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah