NPPN Belum Jadi Solusi, Satupena Jateng Desak Pemerintah Hapus Pajak Penulis

7 Mei 2022, 09:54 WIB
Ketua Umum Satupena Jawa Tengah Gunoto Saparie dan Sekretaris Umum Satupena Mohammad Agung Ridlo /Dok Satupena Jateng/

KARANGANYARNEWS - Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Provinsi Jawa Tengah tetap meminta pemerintah menghapuskan pajak bagi penulis. Solusi atas tingginya pajak penulis berupa penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), dinilai masih terasa berat.

Demikian disampaikan Ketua Umum Satupena Jawa Tengah, Gunoto Saparie di sekretariat Satupena Jawa Tengah Jalan Taman Karonsih I/1082 Semarang, Sabtu, 06 Mei 2022.

Pernyataan ini sebagai penjelasan dari Deklarasi Satupena Jateng di Kedai Kopi Ren’z Semarang yang dibacakan Ketua Bidang Media Satupena Jateng, Addy Susilobudi beberapa lalu yang antara lain mengharapkan ada penghapusan pajak penulis.

Baca Juga: Pengurus Satupena Jateng Deklarasikan Anti Plagiat dan Pembajakan

Didampingi Sekretaris Umum Satupena Jateng Mohammad Agung Ridlo, Gunoto Saparie  mengatakan, pajak penulis masuk pada pajak penghasilan orang pribadi. Namun, yang menjadi persoalan adalah pendapatan yang diperoleh penulis, dalam hal ini royalti, dianggap sebagai pendapatan pasif.

Padahal, menurut dia royalti untuk penulis adalah pendapatan utama yang diperoleh dari penjualan karyanya oleh distributor dan penerbit.

“Kalau royalti dianggap sebagai pendapatan pasif, penulis sebagai subyek pajak tidak dapat membebankan variabel biaya dalam penghitungan pajaknya. Padahal, proses penulisan buku memerlukan persiapan yang membutuhkan dana tidak sedikit. Sejak dari riset, persiapan peralatan kerja, promosi, maupun pengeluaran lain dalam upaya menjual bukunya,” katanya.

Baca Juga: Bedah Buku ‘Sunan Kuning’ Menandai Deklarasi Satupena Jateng

Akibatnya, lanjut Gunoto Saparie, nilai pendapatan yang dikenai pajak menjadi sangat tinggi karena variabel biaya tidak dapat dimasukkan. Hal ini karena pendapatan tersebut tidak dikurangi dengan berbagai biaya yang dikeluarkan penulis untuk mendapatkan royalti sebesar itu.

Gunoto Saparie menjelaskan, pajak penulis, menurut peraturan yang berlaku, dapat menggunakan NPPN. Norma ini memungkinkan penulis mendapat keringanan tarif pajak, sehingga tidak harus membayarkan pajak dengan nilai yang terlalu besar.

Penggunaan NPPN, bisa dilakukan dengan beberapa syarat. Wajib pajak, dalam hal ini penulis, harus melakukan pencatatan seperti yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-4/PJ/2009.

Baca Juga: Satupena Jateng Kejar Tayang Susun Pengurus di 35 Kabupaten/ Kota

Menurut Gunoto Saparie, Penulis wajib memberitahukan mengenai penggunaan NPPN kepada Direktur Jenderal Pajak, selambat-lambatnya tiga bulan sejak awal tahun pajak. Besarnya NPPN untuk penulis 50 persen dari penghasilan bruto, baik honorarium atau royalti yang diterima dari penerbit.

“Penghasilan bruto yang didapatkan meliputi semua penghasilan, termasuk royalti dari penerbit dan royalti dari hak cipta bidang kesusastraan yang dimiliki penulis,” ujar penyair yang juga Ketua Dewan Kesenian Jawa Tengah tadi.

Menurut Gunoto, pajak yang diperkirakan akan terutang dalam satu tahun pajak, dilunasi dimuka oleh penulis melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Nama Japamantra dan Doa

Baik oleh penerbit atau pihak lain atau dibayar oleh penulis sendiri. Atas penghasilan dari royalty, akan dipotong ”PPh Pasal 23” sebagai pelunasan PPh dalam tahun berjalan yang dapat dikreditkan terhadap PPh terutang.

Gunoto berpendapat, penggunaan NPPN untuk pajak penulis seharusnya banyak meringankan beban pajak penulis. Namun kenyataannya, pada beberapa kasus penggunaan NPPN sebagai dasar penghitungan pajak penulis justru ditolak oleh kantor pajak.

Alasannya,  penggunaan NPPN untuk menghitung pajak hanya bisa dilakukan untuk pendapatan non-royalti atau pendapatan yang bersifat aktif. Padahal, pendapatan utama penulis yang memasarkan bukunya lewat penerbit dan distributor adalah pada royalti, yang berarti merupakan pendapatan aktif penulis.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Memaknai Falsafah Filosofi Ketupat Lebaran

“Pemberlakuan pajak harus memiliki nilai keadilan untuk setiap obyek dan subyek pajak. Jangan sampai penulis kemudian justru memilih menerbitkan dan memasarkan bukunya secara independen, agar terhindar dari pengenaan pajak yang besar,” tandasnya. ***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler