Untuk diketahui pula, film tersebut disutradari Dandhy Dwi Laksono. Menurut Dandy, filmnya itu sebagai bentuk edukasi untuk masyarakat terutama beberapa hari sebelum mereka menggunakan hak pilihnya saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024.
“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” tutur Dandhy sebagaimana dilansir AntaraNews.
Dua Minggu Proses Produksi
Lebih lanjut Dandhy menjelaskan, film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis.
Dandhy tidak sendirian, dirinya melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.
Nobar di Kotanya Gibran
Dirilisnya film dokumenter tentang Pemilu di Indonesia tersebut memancing sejumlah aktivis menggelar diskusi dengan format santai di Cafedangan, Manahan, Solo pada Minggu 11 Februari 2024 malam tadi.
Nobar tersebut digelar sejumlah aktivis Solo Melawan Politik Amoral (SEMPAL) dan Aliansi Solidaritas Perlawanan Rakyat Surakarta.
Yoseph Heriyanto mewakili SEMPAL mengungkapkan, film Dirty Vote sejalan dengan Analisa politik SEMPAL selama ini.
"Pertama, memang ada kecurangan terstruktur, massif dan sistematis yang dilakukan oleh kekuasaan, dalam hal ini Presiden Jokowi untuk memenangkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka," ungkap Yoseph melalui keterangannya.