Bagi Ki Empu Dr. Bambang Suwarno, S.Kar, M.Hum, Sandosa merupakan suatu bentuk pakeliran terbaru setelah pakeliran padat. Wayang dimainkan beberapa dalang, jangkauan kelirnya minimal 6 meter hingga 8 meter, tinggi kelir mencapai 3 meter.
Untuk mengisi ruang, kelir menjadi kanvas. Yang menggerakkan kalau bukan pendesain wayang dan bukan seorang kreator wayang, tidak punya ide untuk mengisi itu.
"Karena itu akan menjadi lukisan gerak, siluet bayangan. Jadi siluet itu adalah wayang kulit purwa. Makanya jaman dulu kalau nonton wayang kulit purwo itu di belakang kelir.” kata Ki Bambang Suwarno, menambahkan.
Baca Juga: Grebeg Syawal Keraton Surakarta, Sejarah dan Filosofi Dibalik Kemeriahannya
Sementara itu menurut Ki Purbo Asmoro, S.Kar, M.Hum, Sandosa merupakan sebuah curahan inovasi pakeliran menatap masa depan yang bergulir menjangkau waktu.
Dia sebutkan, sebagai wadah ide kreatif, penjaga substansi wayang yang Kehadirannya memberi warna baru dan memukau. Yakinlah, generasi penerus akan menjagamu.
Sinopsis Lakon Siluet Bhagawat Gita
Menurut Dedek Wahyudi, istilah Sandosa telah dikenal di kalangan mayarakat luas terutama kalangan masyarakat seni. Baiak bagi sebagaian seniman teater, wayang orang, tari, maupun dunia film, telah terinspirasi oleh bentuk sajian Sandosa.
Baca Juga: Berebut 3 Kuintal Ketupat: Catat tanggal dan Kehebohannya, Grebeg Syawalan Bukit Sidoguro Klaten
Dikatakan, mereka mengangkat sandosa sebagai bagian dari adegan lakon yang digarapnya. Dicontohkan dalam drama wayang Swarga Loka Jakarta, wayang orang, tari, dan sebagainya.