Faris Wibisono, Melestarikan dan Mentransformasi Wayang Beber Daulang di Era Digital

- 7 Februari 2022, 20:10 WIB
Faris Wibisono warga Dusun Sumberalit, Desa Sedayu, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri memainkan Wayang Beber
Faris Wibisono warga Dusun Sumberalit, Desa Sedayu, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri memainkan Wayang Beber /Instagram @faris_wibisono/

“Yang ke dua disimpan oleh keluarga di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Dan satunya lagi berada di Museum Leiden, Belanda,” terang penggiat dan pelestari Wayang Beber tadi.

Dia sebutkan, daluang yang dijadikan media melukis Wayang Beber ratusan tahun lalu, tepatnya di era pra Islam di Indonesia juga sebagai lembaran-lembaran yang digunakan untuk upacara-upacara keagamaan.

Baca Juga: Diwaduli Perempuan Kehabisan Pembalut, Gibran; GPL, Kirim Saat Itu Juga

Lembaran daulang dapat ditulis dan dihiasi dengan gambar-gambar berwarna. Wayang Beber, menurutnya merupakan salah satu bentuk perkembangan media zaman klasik.

Berawal dari ornamen cerita yang diukir pada batu dan kayu, kemudian berkembang menjadi lukisan di atas daulang yang kemudian disebut Wayang Beber.

Pada fase selanjutnya muncul kesenian wayang kulit, wayang orang, ketoprak, dan teater. Pada masa modern ini bertransformasi dalam gambar bergerak seperti layar tancap, TV tabung, LCD hingga akhirnya muncul media-media digital.

Baca Juga: Astana Giri Bangun Pernah Diisukan Berlapis Emas, Inlah 9 Fakta Makam Presiden Soeharto

"Berdasarkan serat Sastramiruda, daulang menjadi media menyungging artefak Wayang Beber sekitar 750 tahun lalu,” kata Faris Wibisono yang bertempat tinggal di Dusun Sumberalit, Desa Sedayu, Kecamatan Pracimantoro,

Kabupaten Wonogiri.

Dia sebutkan, daluang itu simbahnya kertas. Media tulis paling tua setelah batu. Bahkan, Indonesia ratusan tahun lalu pernah menjadi pengekspor daulang ke seluruh penjuru dunia.

Halaman:

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah