Membangun Peradaban Bangsa dari Lingkup Keluarga

- 3 April 2022, 20:40 WIB
Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M,Pd.
Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M,Pd. /dok pribadi/

Ngaji Bareng |.| Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M.Pd.

TANTANGAN membangun kehidupan keluarga saat ini, sungguh sangatlah berat. Oleh karenanya, penting membangun peradaban bangsa dan peradaban manusia  dari keluarga.

Keluarga adalah bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Di dalam sebuah keluarga ada seorang pemimpin dan seorang pendidik, pada hakikatnya pangkat beliau lebih tinggi dari seorang profesor.

Suatu keluarga adalah madrasah kehidupan pertama dan utama bagi seorang anak. Sebagai orangtua, berhati-hatilah dalam berprilaku di dalam rumah, karena anak akan melihat, mempelajari dan meneladani perilaku orangtuanya. 

Baca Juga: Sucikan Hati di Bulan Suci; Inilah Jalur Termulus Meraih Hidayah Illahi

Maka dari itu, sebagai orang tua harus mampu menjadi pendidik yang cerdas, pendidik yang cerdas disini tidak mesti berpendidikan tinggi, tapi pendidik yang tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan fisik anak.

Namun, juga mampu memenuhi kebutuhan jiwanya dengan kasih sayang, keteladanan, dan pendidikan moral sejak dini agar menjadi generasi penerus yang mampu membangun peradaban.

Sebagai seorang ibu, jangan terlalu banyak berharap memiliki anak yang rajin shalat, jika tak pernah shalat, jangan berharap anak pandai membaca Alqur'an jika menyentuhnya pun anda tidak pernah. Peran seorang ibu, sangatlah penting dalam membentuk anak yang saleh dan salehah.

 Baca Juga: Kaum Muslim Wajib Tahu; Inilah 3 Orang yang Dicintai Allah

Namun, cita-cita itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada begitu banyak proses yang harus dilalui, dan proses itu dimulai sejak dini. Maka dari itu, menjadi ibu adalah kemuliaan. Tapi sangat disayangkan, terkadang sebagian wanita menolak gelar kemuliaan itu demi kesibukan kerja.

Peran ibu, khususnya di kota-kota besar sudah banyak tergantikan oleh babby sitter. Ada juga sebagian diasuh oleh neneknya. Tantangan di era ini sangatlah berat untuk menghindarkan anak terhadap perkembangan moralitas sang anak. 

Bisakah kita memejamkan mata ketika menyaksikan goyangan erotis seorang artis yang begitu bebas menghias layar kaca yang dengan mudah ditonton oleh semua orang?

Baca Juga: Memaknai Filosofi ‘Gusti Allah Mboten Sare’

Bisakah kita pejamkan mata, ketika dunia perfilman di negeri ini bangga menampilkan artis film dengan penampilan yang seronok di dalam negeri dengan jumlah muslim terbesar ini?

Dalam mengantisipasi efek buruk dari gejolak jiwa remaja yang sering kali naik turun. harusnya menjadi tanggungjawab bersama.

Sebagai orang tua yang bijak pastinya tidak menyalahkan kaum muda semata ketika mereka terlanjur terjerat perangkat maksiat. Terkadang, maksiat sang anak turut menyebabkan orangtua ikut dituntut di pengadilan Allah kelak. 

Baca Juga: Jangan Remehkan Doa, Hanya Dengan Doa Keajiban Allah Tiba

Marilah kita mulai menganggap anak sebagai sahabat, ketika dia sudah beranjak ke usia dewasa. Memperlakukan mereka seperti anak kecil di usia yang telah beranjak remaja atau dewasa, tentu bukan sikap yang bijak.

Tanpa mengesampingkan peran penting seorang ibu dalam keluarga, bijaksana memang seharusnya diamanahkan kepada sosok ayah, sebagai seorang pejuang sejati yang takkan merelakan buah hatinya lemah.

Lemah badannya, lemah intelektualitasnya, lemah prestasinya, lemah ekonominya, serta yang paling penting lemah agamanya. Menjadi seorang ayah harus belajar untuk tidak pernah menagih penghormatan yang lebih.

 Baca Juga: Mandi Junub Setelah Imsak, Batalkah Puasa Ramadhannya?

Menjadi ayah juga sebuah pembelajaran untuk rela mengalah. Rela mengalah menjadi orang yang dihormati tiga tingkat di bawah penghormatan terhadap seorang ibu.

Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk mengasihi tanpa pamrih. Keluarga kita bukan hanya mengharap tercukupi kebutuhan ekonominya semata, namun kasih sayang  dan perhatian jauh lebih dibutuhkan sang anak. 

Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk bisa mengatur waktu, kapan waktu menyibukkan diri mencari nafkah, dan kapan waktu bercanda bersama istri dan anak.

 Baca Juga: Potong Rambut Kemaluan di Bulan Ramadhan, Batalkah Puasanya?

Menjadi ayah harus memiliki sikap bijak dalam mengatur waktu, kapan sibuk dengan dunia kerja, dan kapan ada waktu untuk salat berjamaah, mengajarkan membaca Alqur'an, memeriksa hafalan, serta menemani belajar dan mendiskusikan PR sang anak.

Dapat disimpulkan bahwa, jika setiap keluarga mampu mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang terbaik, yakni didasari dengan ilmu keagamaan dan didukung oleh ilmu pengetahuan umum maka akan tercipta suatu generasi yang akan menjadi komponen peradaban suatu bangsa.

Jika setiap keluarga sadar akan pentingnya sebuah pendidikan usia dini kepada anak sampai dia beranjak dewasa maka, Akan ada presiden yang hafal al-Qur'an dan memahami isi kandungannya. Mesjid-mesjid dipenuhi oleh para pemuda, dan takbir bergemuruh baik dari pinggiran desa maupun di pusat-pusat kota.

 Baca Juga: Ngupil Siang Hari di Bulan Ramadhan, Batalkah Puasanya?

Pemerintahan pun diisi oleh pemimpin-pemimpin yang merakyat. Tidak ada lagi korupsi dalam negeri ini jika sejak dini anak sudah ditanamkan nilai-nilai kehidupan yang baik.

Jika generasi cerdas dan bermoral sudah menjadi pemimpin-pemimpin di negeri ini, maka tidak menutup kemungkinan negara tersebut akan menjadi pusat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan dunia, dan sejarah akan mencatat sebagai pusat peradaban dunia.

Sekali lagi, mewujudkan cita-cita tersebut, keluargalah yang menjadi poros utama dalam melahirkan insan-insan yang kuat iman, kuat otak dan kuat otot sebagai generasi yang berkualitas untuk menciptakan sebuah peradaban baru. ***

Drs. H. Moch Isnaeni, M,Pd. |.| Pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan FKUB Kabupaten Klaten

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah