Dalam sejarah kita mengetahui, bagaimana hebatnya prestasi kerja para sahabat Rasulullah. Di antara mereka ada yang berdagang, bertani, dan menjalani berbagai pekerjaan halal lainnya.
Mereka melakukan pekerjaan itu dengan penuh dedikasi dan semangat tinggi, di sela-sela perjuangan mereka menegakkan agama Islam. Tidak heran jika kemudian mereka terkenal sebagai generasi yang di siang hari bagai singa, tetapi di malam hari mereka laksana rahib-rahib.
Mereka, adalah generasi yang mampu memadukan kesungguhan dalam bekerja dan kesungguhan dalam beribadah kepada Allah SWT. Tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk berleha-leha, bermalas-malasan, atau bahkan tidak mau bekerja.
Baca Juga: Keutamaan Sholat Sunnah Qobliyah dan Ba'diyah Zhuhur
Allah SWT memperingatkan; “Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu'.” (QS At-Taubah: 105).
Pekerjaan yang dilakukan seseorang, di samping merupakan kewajiban hidup yang harus dijalankan, juga merupakan bukti eksistensinya di tengah-tengah kehidupan sosial. Dengan pekerjaan itulah, seseorang akan dinilai oleh masyarakatnya.
Orang baik-baik atau orang jahatkah ia, bergantung pada apa yang dia kerjakan. Sebagai contoh, seseorang dikatakan sebagai pahlawan, pembangun, atau tokoh masyarakat, karena apa yang ia kerjakan membawanya kepada sebutan itu.
Baca Juga: Yakinilah, Sesulit Apapun Allah Akan Menyelesaikan Urusan Kita
Sebaliknya, sebutan penjahat atau koruptor tidak akan dialamatkan kepada seseorang, kecuali ia telah melakukan pekerjaan jahat atau tindak korupsi itu.
Karena menyangkut bukti keberadaan manusia dalam kehidupan sosial, maka bekerja tidak mengenal batas waktu. Selama hayat masih dikandung badan, maka pekerjaan itu akan melekat pada seseorang.