3 Suritauladan Merawat Kebersamaan Ala Rasulullah

- 13 April 2022, 14:30 WIB
Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M.Pd.
Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M.Pd. /dok pribadi/

Ngaji Bareng |.| Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M.Pd.

DALAM suatu  perjalanan, Nabi SAW meminta kepada para sahabat agar memotong kambing. Mereka antusias merespons perintah Nabi. Sebagian mereka berkata, “Aku yang menyembelihnya.”

Sebagian lagi berkata, “Aku yang mengupas (membuka) kulitnya.” Yang lain berkata, “Aku yang memasaknya.” Nabi SAW juga ikut andil. “Aku yang mencari kayu bakarnya.”

Mereka tak ingin Rasul yang amat dicintai ikut bekerja dalam urusan masak-memasak ini. Namun, Nabi menolak, dan tak mau hanya menonton dan duduk manis;

Baca Juga: Tips Mengajarkan Anak Berpuasa, Gampang Dipraktikkan

“Aku tahu kalian bisa mengerjakan semua ini. Tapi, aku tak ingin menjadi ‘istimewa’ (berbeda) dari kalian. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang menempatkan dirinya ‘berbeda’ daripada saudara-saudaranya yang lain.” (Ithaf Al-Sadat Al-Muttaqin: 7/102).

Kisah ini sungguh menarik dan menggambarkan indahnya suatu kebersamaan. Melalui kisah ini, Rasul ingin mengajarkan kepada kita beberapa hal penting tentang kebersamaan dalam hidup.

Pertama; Pembagian peran dan tanggung jawab (tauzi` al-adwar).

Dalam suatu komunitas, setiap orang harus jelas kedudukan dan tanggung jawabnya,  sehingga ia dapat mengambil peran dan memberikan sumbangan bagi kemajuan bangsa.

Baca Juga: Ingat, Ini Pertanda Buta Mata Hati; Selalu Dihantui Rasa Kekurangan

Hal yang perlu dihindari, jangan sampai ada di antara anggota masyarakat yang tinggal diam, tanpa dukungan dan partisipasi bagi perjuangan umat.

Dukungan itu, seperti diterangkan Nabi SAW dalam hadis lain. Bisa berupa harta dan kekayaan (material), pemikiran dan gagasan (intelektual), tenaga (fisikal), dan juga doa (spiritual).

Dalam urusan ini, kalau Rasul mau beliau tak perlu bersusah payah. Tapi, beliau justru mengambil peran dan tanggung jawab paling berat, mengumpulkan kayu bakar, ini teladan yang baik bagi para pemimpin.

Baca Juga: Keutamaan Sholat Sunnah Qobliyah dan Ba'diyah Zhuhur

Seorang pemimpin, tentu harus berani mengambil tanggung jawab dan pantang baginya membiarkan berbagai persoalan tanpa penyelesaian.

Kedua; Kesantunan dalam pergaulan (husnul mu`asyarah).

Nabi mengajarkan bagaimana cara bergaul yang baik. Salah satu caranya ialah dengan mencintai saudara kita seperti kita mencintai diri kita sendiri. (HR. Bukhari dari Anas Ibn Malik).

Dalam bahasa modern, ajaran Nabi ini dinamakan “Golden Rule” (Hukum Emas) yang menjadi pangkal keadaban. Hukum Emas ini disebutkan, “Berbuat baiklah kamu kepada orang lain, seperti kamu mengharapkan orang lain berbuat baik kepadamu.”

Baca Juga: Yakinilah, Sesulit Apapun Allah Akan Menyelesaikan Urusan Kita

Ketiga; Semangat kebersamaan (ruh al-jama`ah).

Kerjasama dalam satu tim (team work) memerlukan setidak-tidaknya tiga hal. Pertama, niat (commitment) yang tulus untuk bekerjasama dan sama-sama bekerja. Kedua, komunikasi dan ketersambungan (communication).

Niat saja, tentu tak cukup. Dalam satu kelompok, setiap orang perlu berkomunikasi satu dengan yang lain. Ketiga, kolaborasi dalam merajut kebersamaan dalam perbedaan sehingga melahirkan keindahan.

Semangat kebersamaan ini, dikemukakan Nabi dalam sejumlah hadis. Diantaranya; “Orang mukmin terhadap mukmin lain seperti bangunan, saling menguatkan satu sama lain.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Musa). “Allah memperkuat kebersamaan.” (HR. Tirmidzi dari Ibnu Abbas). ***  

Baca Juga: Puasa Ramadhan Pakai Celak dan atau Softlens, Batalkah?

Drs. H. Moch Isnaeni, M,Pd. |.| Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)  Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), Ketua Komisi Dialog FKUB, Pembina DDII, Sekretaris Dai Kamtibmas Polres dan praktisi dakwah media cetak maupun online di Kabupaten Klaten.

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah