Ngaji Jiwa Jawi; Eling Pepeling Filosofi Caping

- 13 April 2022, 10:15 WIB
Kustawa Esye
Kustawa Esye /Dok Komunitas Kiai Damar Sesuluh/

Oleh |.|Kustawa Esye

CAPING penutup kepala berbentuk kerucut, dalam filosofi jiwa jawining wong Jawi bukan sekedar produk industri rumahan.

Handycraf dari anyaman bambu yang dipakai petani bekerja di sawah atau di ladang ini, merupakan produk budaya yang menjadi bagian penting dalam dimensi hidup dan kehidupan manusia.

Wujud fisik caping yang menyerupai gunung, melambangkan sumber kehidupan semua mahkluk maupun beragam tumbuhan. Selain sebagai gentong sumber mata air, gunung juga merupakan lumbung aneka bahan makanan.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Memaknai Falsafah Filosofi Secangkir Kopi

Masyarakat Jawa, memaknai gunung sebagai pelindung keberlangsungan hidup dan kehidupan yang harus dijaga kelestariannya. Lebih dari itu, dikupas lebih dalam lagi caping sebenarnya memiliki tiga lapisan.

Dua lapisan yang di tengah berbahan bilahan bambu tebal, lebar dan kaku. Fungsinya sebagai warangka atau tulangan, agar caping tersebut kuat dan kokoh bakoh.

Makna filosofinya, sebagai isyarat kehidupan umat manusia yang harus memiliki keyakinan atau keimanan teguh dan kuat, terhadap Sang Maha Pencipta.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Nama Japamantra dan Doa

Maksudnya, sebagai seruan agar keimanan dan ketaqwaan kita tidak mudah tergoyahkan beragam godaan maupun nafsu duniawi yang melunturkan spirit religius penghambaan kita kepada Allah SWT.

Bagian atas caping yang tidak tampak dari luar, terbuat dari bambu yang ruasnya panjang berbilah kecil, nampak halus dan rapi. Mengisyaratkan agar kita senantiasa menunjukkan kehalusan budi pekerti kepada siapa saja.

Kehalusan yang utuh, tanpa ruas atau sekat yang membeda-bedakan antar golongan, suku maupun keturunan.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Memaknai Falsafah Filosofi Pacul

Caping bagian bawah, terbuat dari bilah bambu lebih lebar dari bagian atasnya.   Selain itu, juga terdapat anyaman melingkar untuk menempatkan kepala
pemakainya.

Dimaksud sebagai seruan agar apa yang nampak di luar atau dimensi lahiriyah kita, juga sama dengan dimensi batiniyah dalam diri kita.

Anyaman melingkar pada bagian dalam caping, hanya diikat dengan bagian dalam dan kerangka, sehingga tidak nampak dari luar. Mengisyaratkan agar kita senantiasa berusaha mengikat nafsu duniawiyah, termasuk diantaranya mengendalikan aura spiritual negatif dalam diri.

Baca Juga: Dua Sisi Mata Uang; Bekerja, Peraih Nafkah Sekaligus Penghapus Dosa

Keseluruhan kerangka caping, dibungkus dan diikat dengan anyaman bambu halus. Sebagai simbolis seluruh dimensi kehidupan manusia, haruslah dipaduharukan dengan kehalusan yang melingkar secara utuh dan menyeluruh, tidak boleh terbelah dan terputus-putus.

Caping yang bentuknya melingkar kemudian mengerucut, merupakan filosofi perjalanan spiritual religius manusia, menuju titik perjalan hidup tertinggi sangkan paraning dumadi. Sebagamana kodrat jatidirinya, perjalanan hidup manusia akhirnya akan mengerucut kembali kepada Sang Pencipta.

Bagian bawah caping yang bundar, dimaknai sebagai pralampita cakra manggilingan kehidupan di alam fana. Bagian atasnya yang berbentuk kerucut, tak lain sebagai tujuan menggapai puncak kehidupan, ke alam kelanggengan yang sering disebut alam baqa.

Baca Juga: Ingat, Ini Pertanda Buta Mata Hati; Selalu Dihantui Rasa Kekurangan

Caping, adalah pepeling bagi seluruh umat manusia. Agar hati nuraninya  senantiasa eling lan waspada dalam menselaraskan harmonisasi habulu minallah dan habluminannas.

Sebagaimana diisyaratkan dalam spirit religius Islam, agar kita senantiasa memberi pencerahan kepeda seluruh umat sekalian alam semesta, sebagai manifestasi spirit religius rahmatan lil ‘alamin. ***

Kustawa Esye |.| Redaktur Pikiran Rakyat Media Network (PRMN) dan Budayawan, Ketua Komunitas Kiai Damar Sesuluh (Spirit Reliqious, Cultural & Education)

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x