KARANGANYARNEWS - Pertemuan Raden Mas Said dengan neneknya, Raden Ayu Sulbiyah, setelah mengembara dan menetap di lereng barat Gunung Lawu dijuluki Nyai Dipo, memberi spirit baru perjuangan Raden Mas Said beserta pengikutnya.
Wejangan spiritual reliqius dari kakeknya, selain memperteguh keimanan dan penghambaannya kepada Sang Kholiq, juga dirasa semakin memperkokoh jiwa maupun semangat patriotiknya melawan penjajah kolonial Belanda.
Nyai Dipo yang memimpin gerilyawan laskar perempuan melawan kolonial Belanda, juga mengajarkan berbagai strategi perang gerilya kepada cucunya, secara langsung maupun melalui filosofi falsafah kehidupan.
Baca Juga: Jejak Raden Mas Said (4): Strategi Pembiaran Markasnya Dibumihanguskan
Dikisahkan Ki Panji Koeswening, budayawan yang juga pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) di Kabupaten Karanganyar, salah satu diantaranya melalui bubur bekatul yang disajikan Nyai Dipo kepada Raden Mas Said.
“Raden Mas Said menikmati bubur bekatul yang masih panas, karena memulainya disedu dari tengah dia terlihat lidahnya serasa menyentuh bara api,” terang tim penulis buku ‘Sejarah dan Nilai-nilai Luhur Raden Mas Said’.
Mengetahui cucu tersayangnya belum mengetahui strategi memakan bubur bekatul secara benar, hingga berakibat lidahnya kesakitan, Nyai Dipo memberikan wejangan atau nasehat kepada Raden Mas Said.
Baca Juga: Primbon Jawa, Inilah Aura Ketulusan dan Kesetiaan Rabu Pahing
Untuk meneruskan perjuangan melawan kompeni Belanda, beserta penguasa pribumi yang telah terjerat intrik politik VOC, tidak hanya mengandalkan kekuatan dan kesaktian secara phisik.