Sapardi Djoko Damono Nampang di Google Doodle Hari Ini, Siapa Dia?

- 20 Maret 2023, 13:55 WIB
Sapardi Djoko Damono nampang di Google doodle hari ini, siapa dia. Sapardi Djoko Damono, seorang penyair kawakan yang merevolusi puisi liris di Indonesia. (Dok. Google)
Sapardi Djoko Damono nampang di Google doodle hari ini, siapa dia. Sapardi Djoko Damono, seorang penyair kawakan yang merevolusi puisi liris di Indonesia. (Dok. Google) /

KARANGANYARNEWS - Sapardi Djoko Damono Nampang di Google Doodle Hari Ini, Siapa Dia? Ada tampilan berbeda di halaman muka Google pada Senin, 20 Maret 2023. Jika diperhatikan, ada gambar sosok pria lanjut usia berpayung sembari membawa buku.

Ya, Google Doodle hari ini memperingati hari lahir Sapardi Djoko Damono, seorang penyair kawakan yang merevolusi puisi liris di Indonesia.

Melansir laman Google, Sapardi Djoko Damono lahir pada 20 Maret 1940 di Kota Solo, Jawa Tengah.

Ia menghabiskan masa kecilnya di perpustakaan, membaca setiap buku yang ia dapatkan dan mulai menulis puisi saat bersekolah di salah satu SMA di Solo.

Baca Juga: 6 Tempat Belanja Batik Murah di Solo, Lengkap dan Bisa Ecer atau Grosir

Setelah mendapatkan gelar Bahasa Inggris dari Universitas Gadjah Mada, Sapardi Djoko Damono melanjutkan studi pascasarjana sastra Indonesia.

Saat bekerja sebagai penyiar radio dan asisten teater, dia mulai menekuni puisinya lebih serius.

Pada 1969, Sapardi Djoko Damono Damono merilis kumpulan puisi pertamanya, dukaMu abadi.

Pada saat sebagian besar penyair Indonesia berfokus pada refleksi dan gagasan masyarakat, debut terobosan Sapardi Djoko Damono mencerminkan kondisi manusia.

Baca Juga: Tahu Kupat Sido Mampir, Kuliner Nikmat Legendaris di Solo yang Bikin Nagih

Karena kesuksesan buku tersebut, ia pun diangkat sebagai guru besar sastra di Universitas Indonesia.

Sapardi Djoko Damono menulis tiga kumpulan puisi lagi dengan gayanya yang lugas dan introspektif sebelum akhirnya menyabet Penghargaan Penulisan Puisi Asia Tenggara, disponsori ASEAN pada 1986.

Berniat mempromosikan bentuk seni di seluruh negeri, ia lantas mendirikan Perhimpunan Cendekiawan Sastra Indonesia dan menjabat sebagai ketua untuk tiga periode berturut-turut.

Sapardi Djoko Damono juga menerjemahkan karya sastra dari berbagai negara di dunia ke dalam Bahasa Indonesia.

Baca Juga: 5 Penginapan Murah, Strategis dan Nyaman di Solo, Ada yang Cuma Rp100 Ribuan

Salah satu terjemahannya paling terkenal, yakni The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway.

Pada 1994, Sapardi Djoko Damono menerbitkan Hujan Bulan Juni, kumpulan beberapa puisi terbesarnya. Karya ini menginspirasi beberapa musisi untuk membuat komposisi dengan tema serupa.

Universitas Indonesia mengangkat Sapardi Djoko Damono sebagai dekan fakultas dan mengadakan resital puisi pada 2010 untuk merayakan karya hidupnya.

Dalam kariernya, Sapardi Djoko Damono banyak mendapatkan penghargaan bergengsi, termasuk Penghargaan Achmad Bakrie untuk Sastra pada 2003 dan Penghargaan Akademi Jakarta pada 2012.

Baca Juga: 3 Tempat Penginapan Murah, Strategis dan Nyaman di Solo, Recommended buat Kamu

Saat ini, puisinya banyak dibaca orang di dunia dan menjadi referensi bagi generasi penulis berikutnya.

Prof Dr Sapardi Djoko Damono atau juga dikenal dengan nama SDD merupakan seorang sastrawan besar Tanah Air.

Ia meninggal dunia pada Minggu, 19 Juli 2020 pukul 09.17 WIB di Eka Hospital BSD Tangerang Selatan.

Sapardi Djoko Damono meninggal di usia 80 tahun karena penyakit komplikasi.

Baca Juga: Rawon Penjara Bu Har, Kuliner Legendaris di Solo Setengah Abad Setia Layani Pembeli

Selama hidupnya, penyair kelahiran Kampung Baturono, Solo ini telah melahirkan puluhan karya, mulai dari puisi, cerpen, esai hingga buku dan novel.

Karya puisinya paling populer dan dikenal banyak kalangan ialah 'Aku Ingin' dan juga 'Hujan Bulan Juni.'

Dua puisi itu semakin terekam kuat banyak kalangan setelah dialihkan menjadi musikalisasi duet Arie dan Reda. ***

Editor: Andi Penowo

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x