Wadon Wadas, Tetap Pasang Badan Tolak Megaproyek Bendungan Bener

10 Februari 2022, 15:05 WIB
Para anggota Wadon Wadas, perempuan pejuang kelestarian alam di Desa Wadas menjaga pos jalur masuk ke desanya sambil menganyam besek, penopang perekonomian rumah tangganya /projectmultatuli.org/

KARANGANYARNEWS - Konflik berlatar pembebasan tanah megaproyek di Desa Wadas, menyeret kaum perempuan untuk memperjuangkan hak asasinya.

Persoalan pertanahan,  hingga saat ini memang masih menjadi kasus yang sering mengemuka di Indonesia. Lahan yang menjadi sumber penghidupan bagi warga,  menjadi alasan kuat warga melakukan aksi penolakan.

Termasuk yang terkait eksploitasi sumber daya alam, penambangan dikawatirkan merusak alam. Sebagaimana konflik warga dengan aparat keamanan di Desa  Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Baca Juga: Jeritan Wadon Wadas Dibalik Konflik Megaproyek Bendungan Bener

Berbagai pergerakan dan aksi dilakukan warga Wadas, dimaksud untuk tetap dapat mempertahankan sumber kehidupan hak miliknya. Baik lahan pertanian, tanah pekarangan maupun tempat tinggal warisan nenek moyang mereka.

Salah satu pergerakan yang menarik perhatian khalayak, juga jadi sorotan berbagai media adalah pergerakan Wadon Wadas. Sesuai namanya, Wadon Wadas beranggotakan kaum perempuan warga Desa Wadas.

Menariknya, mayoritas anggotanya adalah ibu rumah tangga. Kaum perempuan yang selama ini jarang melakukan aksi dan dianggap aneh oleh sebagian orang,  untuk melakukan pergerakan bersama menyuarakan keluh kesahnya.

Baca Juga: Konflik Sejak 2013, Begini Kronologi Lengkap Perlawanan Warga Desa Wadas Terhadap Proyek Bendungan Bener

Keberanian para anggota Wadon Wadas dalam memperjuangkan aspirasinya, dapat dibilang sebagaimana dilakukan R.A. Kartini, dalam memperjuangkan emansipasi wanita.

“Terutama keterlibatan wanita dalam ruang publik, perjuangan Wadon Wadas pun demikian,” kata Raudatul Jannah, dari LBH Yogyakarta dalam diskusi daring yang dilaksanakan oleh BEM FIP UNY dan HIMA KP UNY, belum lama ini.

Dalam forum tersebut, dia juga menceritakan awal terbentuknya Wadon Wadas dan bagaimana LBH Yogyakarta mengedukasi para perempuan lugu di Desa Wadas, hingga langkah dan strategi perjuangan mereka. 

Baca Juga: Buntut Konflik Desa Wadas, Twitter Ganjar Dibanjiri Kritik Pedas

Pada awalnya, sudah terbentuk Gempadewa (Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas), sebagai wadah pergerakan warga Desa Wadas dalam memperjuangkan haknya untuk melindungi alam, lingkungan dan tempat hidupnya.

Namun, gerakan tersebut masih minim keterlibatan perempuan. Para perempuan, terutama ibu-ibu rumah tangga hanya dilibatkan untuk mengatur konsumsi atau segala urusan domestik saja.

Potret kesederhanaan Urip, 40 tahun, ibu rumah tangga kesehariannya membuat gula aren, anggota Wadon Wadas yang berani pasang badan menolak eksploitasi sumber daya alam di desanya

Kemudian, ada beberapa dari mereka yang sadar bahwa sebagai perempuan yang mengurus rumah dan pergi ke ladang, juga akan terkena dampaknya jika penambangan tersebut benar-benar terjadi.

Lantas, LBH dimintai menjadi pendamping hukum untuk warga Wadas terkait pemahaman soal hukum dan lain-lain. Pada awal-awal forum, para perempuan Wadas tidak berani bicara.

Baca Juga: Duh, Siswi SMP di Wonogiri Berhubungan Intim dengan 7 Perjaka

Setelah sembilan kali pertemuan yang berlabel ‘Pendidikan Hukum Kritis’, mereka sudah ‘speak up’ atau mulai membicarakan keresahan mereka di depan publik dan di depan suaminya.

“Selanjutnya, ibu-ibu semakin berani keluar. Bahkan, makin sering diundang kemana-mana untuk membicarakan kasus di Desa Wadas,” terang Raudatul Jannah, sebagaimana ditulis ekspresionline.com.

Menarik sekali memang, nama Wadon Wadas diceritakan hanyalah asal sebut saja. Ketika ada acara jalan sehat mengelilingi Desa Wadas, ada wartawan menanyakan nama kelompok wanita ini, tercetuslah nama Wadon Wadas.

Baca Juga: 4 Penguasa Solo Raya Masuk Daftar Pejabat Terkaya; LHKPN Juliyatmono Tidak Terekspose, Kenapa?

Advokasi yang dilakukan LBH Yogyakarta, dia sebutkan sangat didukung  masyarakat setempat. Salah satu buktinya, sampai sekarang masyarakat tetap konsisten menolak rencana penambangan.

“Jika kita bicara tentang advokasi non litigasi (penyelesaian kasus di luar persidangan), semua keinginan berasal dari warga. Jadi, mereka yang meminta sedangkan kami dari LBH hanya sebagai fasilitator dan pendamping,” jelasnya.

Hal serupa juga disampaikan Arofah, perwakilan Wadon Wadas dalam forum tersebut, terkait apa alasan Wadon Wadas berjuang serupa seperti perjuangan yang dilakukan R.A. Kartini.

Baca Juga: Astana Giri Bangun Pernah Diisukan Berlapis Emas, Inlah 9 Fakta Makam Presiden Soeharto

“Kenapa kami (Wadon Wadas) ikut berjuang? Seperti kita ketahui, R.A. Kartini dulu berjuang untuk memperjuangkan hak-hak dan emansipasi perempuan. Saat ini kami juga memperjuangkan hak-hak mempertahankan ruang hidup,” tegasnya.

Karena menurut Arofah, untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan yang tertindas tidak bisa diwakilkan oleh siapapun. Perjuangan Wadon Wadas, merupakan potret perjuangan emansipasi wanita di Indonesia saat ini. ***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler