Jejak Kebo Kanigoro (3), Guru Spiritual dan Kesaktian Jaka Tingkir

- 9 Oktober 2021, 16:19 WIB
Area padepokan Ki Kebo Kanigoro yang juga diyakini warga setempat sebagai makam pewaris dinasti Kerajaan Majapahit tersebut
Area padepokan Ki Kebo Kanigoro yang juga diyakini warga setempat sebagai makam pewaris dinasti Kerajaan Majapahit tersebut /Kustawa Esye/

KARANGANYARNEWS – Tak banyak yang tahu Ki Kebo Kanigoro pewaris dinasti Majapahit  yang menjalani hidup sunyi di lereng Gunung Merapi, adalah guru spiritual dan ulah kanuragan kesaktian Joko Tinggkir.

Ki Kebo Kanigoro, semenjak kecil memang memilih mengasingkan diri dari kekayaan dan kemapanan hidup istana Kadipaten Pengging.

Putra pertama Adipati Pengging, Handayaningrat lebih dikenal juga Ki Pengging Sepuh, ini lebih suka mengembara ke hutan belantara sambil mencari guru spiritual dan ulah kanuragan.

Baca Juga: Jejak Kebo Kanigoro (2), Menghindar Intrik Politik Dinasti Memilih Jalan Hidup Sunyi 

Hingga ayahandanya 'lengser keprabon' dari kekuasaannya, Kebo Kanigoro memutuskan menyerahkan tahta penerus Kadipaden Pengging kepada Kebo Kenongo, adik kandungnya yang juga trah Raja Majapahit Brawijaya V. 

Sejak saat itulah, Kebo Kanigoro yang secara adat dinasti Kerajaan Majapahit bertahta sebagai Adipati Pengging, lebih memilih menjalani hidup sunyi menjadi pertapa muda di lereng Gunung Merapi.

Namun demikian, bukan berarti Ki Kebo Kanigoro acuh tak acuh terhadap  permasalahan pelik yang menimpa keturunah Brawijaya V, terutama yang terkait Kadipaten Pengging dan keluarga besarnya.

Baca Juga: Jejak Kebo Kanigoro (1), Pewaris Dinasti Majapahit Memilih Jalan Hidup Sunyi di Lereng Merapi

Mas Karebet yang lebih dikenal Joko Tingkir, dikisahkan terbentur masalah besar. Berkait nama baiknya di hadapan penguasa Kasultanan (Kerajaan) Demak Bintoro, Sultan Trenggono.

Penelusuran literature sejarah menerangkan, Mas Karebet adalah putra Ki Kebo Kenongo yang semasa hidupnya bertahta di Kadipaten Pengging, saudara muda Ki Kebo Kanigoro.

Joko Tingkir yang baru saja dilantik sebagai prajurit di Kerajaan Demak Bintoro, membunuh ‘lurah’ atau kepala prajurit yang terkenal conggkak dan suka pamer kekuatan. Dadung Awuk, namanya.

Baca Juga: Dibalik Patung PB VI di Selo, Raja Termuda Paling Berani Melawan Belanda

Karena kelancangannya membunuh ‘lurah’ prajurit itulah, Sultan Trenggono memecat keanggotaan prajurit Joko Tingkir. Tak hanya itu, Mas Karebet juga diusir dari Kerajaan Demak Bintororo.

Dalam keterpurukan nasip dan kegalauan hatinya, Joko Tingkir yang kala itu sudah yatim piatu, mengembara hingga sampai lereng Gunung Merapi dan bertemu pamannya, Ki Kebo Kanigoro. 

Singkat cerita, setelah kepergiannya dari lereng Merapi, Joko Tingkir seperti mendapat pencerahan untuk memecahkan permasalahan peliknya. Tidak diceritakan, jurus pencerahan apa yang diajarkan Ki Kebo Kanigoro  kepada Jaka Tingkir, keponakannya.

Baca Juga: Pengerjaan Belum Usai, Patung PB VI di Sela Kian Menarik Wisatawan

Berbekal ilmu spiritual dan gemblengan ulah kanuragan pamannya inilah, Joko Tingkir bergegas embali ke Kota Raja Demak Bintoro. Bersamaan dengan itu, Ki Kebo Kanigoro juga memerintahkan tiga ‘cantrik’ (murid) andalannya (Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil), menemani kepergian Jaka Tingkir.

Solusi yang didapat di lereng merapi itu, kemudian hari dikenal dengan ‘tragedi Kebo Danu’.  Sesampai di Demak Bintoro, Sultan Trenggana beserta keluarga kerajaan, tengah berwisata di Gunung Perwoto.

Mengetahui keberadaan raja beserta keluarganya, Joko Tingkir melepas Kebo Danu, seekor kerbau gila karena telinganya ditaburi tanah dari pemakaman. Spontan, kerbau gila itu pun menyerang pesanggrahan raja, dan tidak satu pun prajurit maupun punggawa kerajaan yang mampu menangkapnya.

Baca Juga: Salon Sapi di Boyolali, Percantik Penampilan Dongkrak Keuntungan ‘Blantik’ 

Disaat yang tepat Joko Tingkir tampil berani menghadapi kerbau gila tadi, hanya dalam hitungan menit Kerbau Danu tewas ditangan Mas Karebet. Atas jasanya itulah, Sultan Trenggana mengangkat kembali Joko Tingkir menjadi lurah wiratamtama, kepala prajurit Kerajaan Demak Bintoro.

Kisah dalam babad tersebut, bisa saja sebenarnya hanyalah kiasan. Setelah dipecat sebagai prajurit, Joko Tingkir sengaja menciptakan kerusuhan di Kerajaan Demak Bintoro, kemudian tampil sebagai peredam huru hara, untuk mendapatkan simpati lagi dari sang penguasa.

Berangkat dari huru hara Kebo Danu inilah, prestasi Joko Tingkir sangat diperhitungkan Sultan Trenggono. Hingga kisahnya bergulir dingkatnya dia sebagai Adipati Pajang, bergelar Adipati Hadiwijaya dan menikahi Ratu Mas Cempaka, putri Sulton Trenggono.

Baca Juga: Bukit Cinta Watu Prau Dibuka, Siap Sambut Wisatawan Lagi

Mas Karebet alias Joko Tingkir, putra Kebo Kenongo, tak lain juga keponakan sekaligus murid  Kebo Kanigoro, nama kebesaraanya kian ‘moncer’. Bersamaan itu, karir politiknya pun makin menanjak pesat.

Wilayah Pajang yang semula hanyalah kadipaten dibawah Kasultanan Demak Bintoro, kemudian hari menjadi Kerajaan Pajang. Dari Kerajaan Pajang, semasa Sultan Hadiwijoyo (Joko Tingkir) bertahta, inilah Kerajaan Mataram Islam terlahir.

Kerajaan Mataram Islam, awalnya tanah perdikan (hadiah) Sultan Hadiwijoyo, kepada Ki Ageng Pemanahan atas keberhasilannya menaklukkan kekuasaan Arya Penangsang, penguasa Kadipaten Jipang Panolang. (kustawa esye/ bersambung) ***

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah