Ketua KPK Firli Bahuri Tersangka Kasus Pemerasan, Ini Pasal yang Disangkakan

23 November 2023, 13:34 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri Tersangka Kasus Pemerasan. /Antara

KARANGANYARNNEWS - Polda Metro Jaya resmi menetapkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, sebagai tersangka, Rabu 22 November 2023.

Firli diduga terlibat kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Pengumuman status tersangka Firli disampaikan Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak.

Dikutip dari Antara, Ade Safri mengatakan penetapan tersangka Firli dilakukan dalam gelar perkara yang dilakukan di Polda Metro Jaya pada Rabu 22 November pukul 19.00 WIB.

Baca Juga: Ada Telegram dari Kapolri Listyo Sigit, Isinya Mutasi Ketua KPK Firli Bahuri 

"Ditemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Saudara FB selaku ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi.

Atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya," kata Ade Safri.

Ade Safri menambahkan Firli dijerat pasal dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Baca Juga: Kejati Jateng Periksa Ketua Forum Peduli UNS atas Dugaan Korupsi

TIndakan Firli tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12e, 12B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP.

Tempat kejadian perkara terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada sekitar tahun 2020-2023.

Berikut isi pasal yang menjerat Firli:

Pasal 12e

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

Baca Juga: Rektor UNS Jamal Wiwoho Diperiksa Kejati Jateng atas Dugaan Korupsi

Pasal 12B

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

10. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

11. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

Baca Juga: Babak Terbaru Pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo Dilaporkan ke KPK

(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Pasal 65 KUHP

Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka dijatuhkan satu pidana.

(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.***

Editor: Ken Maesa Pamenang

Tags

Terkini

Terpopuler