Tak Banyak yang Tahu, Begini Fakta di Balik Film Mencuri Raden Saleh

6 September 2022, 21:58 WIB
Salah satu adegan dalam film Mencuri Raden Saleh /Tangkapan layar trailer film Mencuri Raden Saleh /

KARANGANYARNEWS - Film berjudul Mencuri Raden Saleh yang tayang sejak beberapa hari lalu, telah berhasil mencuri perhatian masyarakat hingga datang untuk menontonnya.

Film garapan rumah produksi Visinema Pictures ini sendiri menggambarkan aksi sekelompok anak muda yang berusaha untuk mengambil lukisan karya Raden Saleh yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro.

Berbagai aksi menarik termasuk upaya penyusunan strategi dan pembagian tugas, ditunjukkan dengan sangat apik dalam film Mencuri Raden Saleh ini.

Hal itu dilakukan karena nilai dari lukisan tersebut yang sangat tinggi. Sehingga segala upaya yang berbahaya tetap dilakukan demi bisa mendapatkan lukisan tersebut.

Lepas dari jalan cerita dalam film Mencuri Raden Saleh, ada fakta menarik terkait sosok Raden Saleh yang memiliki nama panjang Raden Saleh Syarif Bustaman.

Raden Saleh merupakan sosok yang sangat istimewa dalam sejarah perkembangan seni lukis di Indonesia.

Baca Juga: Misteri Pintu Rahasia Rumah Ferdy Sambo, Begini Penjelasan Polri

Sebab Raden Saleh diyakini sebagai maestro dunia pertama yang dimiliki bangsa Indonesia.

Ya, Raden Saleh memang bukan sebatas seniman biasa. Terlahir di Semarang pada 1811, dia bahkan menjadi pelukis pertama dari Indonesia yang mendapatkan pendidikan khusus melukis, di Eropa.

Ini setelah sejak kecil dia dititipkan pada sebuah keluarga seorang seniman asal Belgia bernama Antonie Auguste Joseph Paijen, yang sudah melihat ada bakat terpendam dalam diri Raden Saleh.

Paijen sendiri sengaja didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membuat lukisan pemandangan Indonesia.

Yang mana lukisan itu nantinya akan dijadikan penghias kantor-kantor pemerintahan Hindia Belanda.

Potret diri Raden Saleh yang dibuat tahun 1872

Nah dalam perjalanannya ke berbagai wilayah Indonesia ini, Paijen kerap mengajak Raden Saleh. Hingga membuat kemampuan melukisnya semakin meningkat.

Namun bukan Paijen yang kemudian mengajak Raden Saleh ke Eropa.

Baca Juga: Menguak Keberuntungan di Balik Sebuah Nama

Seiring bertambahnya usia, dan Paijen kembali ke negara asalnya, Raden Saleh lantas ikut bersama keluarga orang Belgia yang lain yang bernama Jean Baptiste de Linge.

Dan bersamaan dengan adanya tugas kerja ke Eropa yang diterima De Linge, maka diapun mengajak serta Raden Saleh untuk ikut tinggal di sana.

Di Eropa, Raden Saleh seperti menemukan sebuah dunia baru yang membuatnya begitu nyaman, dan enggan pulang lagi ke Indonesia.

Dia terus mempererat jalinan hubungan dengan para golongan borjuis di sana dan melukis wajah-wajah mereka. Sehingga hal ini semakin membuat nama Raden Saleh begitu dikenal.

Kiprah Raden Saleh juga membuatnya menjalin hubungan dekat dengan keluarga Kerajaan Inggris, hingga akhirnya berbuah gelar kehormatan untuknya sebagai Knighthood of the Order of the Oaken Crown-Eikenkroon, pada 20 Desember 1844.

Dalam tradisi Kerajaan Inggris, gelar ini biasa diberikan pada mereka yang berjasa di bidang sipil, militer, dan seni.

Dan Raden Saleh menganggap penghargaan ini sebagai sebuah penghargaan besar yang sangat jarang didapatkan oleh seorang Jawa.

Baca Juga: Jangan Salah Pilih! Begini Cara Membedakan Perkutut Kalung Tempuk Asli dan Palsu

Tak hanya dari Kerajaan Inggris, Raden Saleh juga mendapat penghargaan dari Kerajaan Belanda yang dipimpin oleh Raja Willem III, sebagai Pelukis Sang Raja.

Yang mana dari gelar-gelar yang didapatkannya itu, Raden Saleh kerap diperkenalkan dengan sebutan Le Prince Javanais, dalam berbagai pertemuan.

Melanglang buana selama sekitar 25 tahun di benua biru, memang cukup membuat pola pikir Raden Saleh begitu liberal.

Namun hal inilah yang semakin memudahkannya untuk bergaul dengan kalnagn bangsawan dari berbagai kerajaan di sana.

Yang kemudian meminta jasanya untuk melukis para anggota keluarga mereka.

Selama hidup di Eropa ini pula, pengaruh dari para seniman di sana yang selama ini dijadikan tempat menimba ilmu, ikut melatarbelakangi aliran romantisisme yang dianut oleh Raden Saleh dalam karya-karyanya.

Dan dengan aliran ini pula, yang membuat karya Raden Saleh banyak disukai oleh para kolektor dunia kala itu.

Ciri romantisisme muncul dalam lukisan-lukisan Raden Saleh yang mengandung paradoks.

Gambaran keagungan sekaligus kekejaman, cerminan harapan sekaligus ketidakpastian takdir, juga tergambar kuat di karya-karyanya.

Yang mana dituangkan dalam sebuah suasana yang dramatis dan mencekam dengan sentuhan kecoklatan.

Penonjolan ekspresi dari obyek yang dilukis juga menjadi salah satu ciri aliran romantisisme.

Yang dalam karya Raden Saleh dipandang sebagai sebuah sindiran atas nafsu manusia yang terus mengusik makhluk lain. Dan ini tergambar di karya-karyanya yang bertema perburuan.

Baca Juga: Manfaatkan Energi Bunga dalam Bach Flower Remedies untuk Solusi Atasi Gangguan Psikis

Pendidikan barat yang didapatkannya, agaknya ikut membentuk pola pikir Raden Saleh yang menjadi begitu idealis dan sangat menentang penindasan.

Dan hal itu pula yang melatarbelakangi dirinya menciptakan karya besar berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro.

Karya ini sebenarnya menjadi kritik dari karya yang pernah dibuat oleh pelukis Belanda Nicolaas Pieneman sebelumnya, yang berjudul ‘Penyerahan Diri Pangeran Diponegoro’.

Raden Saleh menganggap bahwa Pieneman tidak mendasari karyanya dengan penggambaran situasi yang sebenarnya pada saat itu.

Sebab menurut Raden Saleh, ada nuansa kelicikan saat panglima tentara Belanda, Jendera HM de Kock menangkap Pangeran Diponegoro.

Di mana dia sengaja menjebak pemimpin perang Jawa itu, dengan dalih perundingan damai.

Yang ternyata saat Pangeran Diponegoro datang ke Istana Karesidenan Magelang, dia justru ditangkap dan kemudian diasingkan.

Karya itu selanjutnya dihadiahkan ke Raja Willem III. Namun pada tahun 1978 akhirnya oleh pihak pemerintah Kerajaan Belanda, karya Raden Saleh itu diserahkan ke Pemerintah Republik Indonesia.

Kepulangan lukisan tersebut merupakan perwujudan janji kebudayaan antara Indonesia-Belanda pada 1969, tentang kategori pengembalian kebudayaan milik Indonesia yang diambil, dipinjam, dan dipindahtangan ke Belanda pada masa lampau.

Dan meski lukisan itu sebenarnya bukan milik Indonesia, karena hadiah dari Raden Saleh terhadap Raja Willem III, namun pihak Kerajaan Belanda menjadikannya sebagai hadiah.

Yang selanjutnya lukisan berdimensi 112 x 178 cm itu dipajang di Istana Negara, Jakarta. 

Karya-Karya Bernilai Tinggi

Sebagai seorang maestro, karya-karya Raden Saleh memiliki nilai yang sangat tinggi. Karena itulah di tiap kali ajang pelelangan karyanya, selalu banyak kolektor seni yang ikut untuk bisa mendapatkannya sebagai salah satu koleksi.

Apalagi pada umumnya karya-karya Raden Saleh selalu dimiliki oleh para bangsawan Eropa. Sehingga hal itu meningkatkan prestise dari karya yang dibuatnya.

Seperti yang terjadi pada salah satu karyanya yang berjudul ‘La Chasse au Taureau Sauvage’ yang memecahkan rekor penjualan karya pelukis Indonesia.

Yang dalam proses lelang di rumah lelang Vannes Perancis pada 27 Januari 2018 lalu, berhasil terjual dengan nilai fantastis Rp. 150 milliar.

Baca Juga: Pentingnya Edukasi untuk Anak, Guna Mencegah Terjadinya Tindak Kekerasan Seksual

Tentu saja nilai sejarah di balik karya itu juga menjadi nilai tambah yang membuat karya buatan tahun 1855 itu memiliki harga jual yang sangat tinggi.

Di mana lukisan itu konon merupakan pesanan dari seorang saudagar kopi dan gula asal Perancis yang bernama Jules Stanislas Sigisbeart Cezard.

Seperti kebanyakannya obyek lukisan milik Raden Saleh lainnya, di lukisan ini pun menggambarkan aksi heroik perburuan binatang liar di abad 19.

Sebagai tambahan, meskipun pihak rumah lelang merahasiakan pembeli yang rela menggelontorkan uang Rp150 miliar. Namun menurut informasi lukisan itu dibeli oleh salah satu anak konglomerat Indonesia dari kelompok Sampoerna. ***

Editor: Andi Penowo

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler