“Sudah ada sejak tahun 1950-an. Tepatnya setelah perang dunia kedua, tentara Belanda menyerang wilayah di sini,” kata Munawir sebagaimana diunggah infopublik.id beberapa waktu lalu
Baca Juga: Ledre Laweyan, Oleh-oleh Khas Solo Cocok buat Jajanan Mudik Lebaran
Menurutnya, saat itu warga hidup dalam kesederhanaan namun tetap berkeinganan mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah, seusai sebulan penuh menjalani ibadah puasa fardlu Ramadhan.
Munculah gagasan yang didasari atas kesepakatan warga, melaksaanakan tradisi Syawalan yang dilangsungkan satu pekan seusai Lebaran Idul Fitri. Prosesi syukurannya, berbagai ketupat atau kupat lauknya tauge urap. Tanpa lauk opor ayam, karena saat itu warga tengah dilanda kemiskinan.
Baca Juga: Mudik Lebaran di Solo, Jangan Lupa Bawa Oleh-oleh Sate Kere, Rasanya Wow Banget
Kupat tauge, disebutkan Munawir sebagai symbol kesederhanaan. Sebab menu utama kupat atau ketupat, cukup diberi tauge dibumbui parutan kelapa dan sambal. Kupat tauge, tidak disertai atau tanpa lauk opor ayam.
Simbul Perjuangan