“Saya terhitung sudah generasi keempat dari nenek moyang kami,” cerita perempuan paruh baya ini. Seingat dia, mbah buyutnya, kemudian simbahnya, turun lagi ke ibunya semasa hidupnya berjualan Jenang Gempol.
Dari ibu kandungnya itulah Karyanti mewarisi berjualan Jenang Gempol, hingga kini dia mengaku sudah belasan tahun berjualan kuliner kian langka ini, tepatnya meneruskan usaha setelah ibunya meninggal dunia.
Baca Juga: Sensasi Nyruput Kopi Plus Elok Nan Eksotik Lanskap Gunung Merapi
Dia jelaskan juga, kendati bahan bakunya sama proses membuat Jenang Gempol selain memakan waktu lebih lama, prosesnya pun lebih rumit dibandingkan membuat jenang atau bubur tradisional lainnya.
“Semisal jenang atau yang sering disebut bubur lemu, bubur cenil, bubur sungsum maupun bubur brendul,” terang Karyati yang mangkal di depan Puskesmas Klaten Tengah mulai pukul 06.00 – 12.00 Wib.
Dicontohkan, pembuatan Gempol (sajian utama Jenang Gempol) yang berbahan baku tepung beras dan parutan kelapa, memasaknya tetap harus secara tradisional, dengan api kecil dan waktunya tak kurang dua jam.
Baca Juga: Ayam Panggang Mbah Dinem, Cita Rasa Pedas Gurih Manisnya Bumbu Tradisional
Belum lagi memasak jenangnya, beserta pelengkap sajian Jenang Gempol. Seperti jenang mutiara, santan teruntuk kuah dan lainnya. Untuk menyiapkan dagangannya Karyati mulai memasak dan menyiapkannya pukul 03.00 Wib.
Selain menu utama Gempol berwarna putih bersih, berbahan baku tepung beras dan parutan kelapa dan dibuat bulat-bulat seukuran bakso penyajiannya juga diberi jenang tepung beras, jenang mutiara dan berkuah santan.
Sangat dimungkinkan, karena paduan Gempol yang tersaji bersama jenang tepung beras, jenang mutiara dan lainnya inilah, kuliner atau jajanan tradisional khas yang kian langka ini lebih dikenal dengan sebutan Jenang Gempol.