Sekecil Apapun, Dosa Tak Mungkin Dapat Disembunyikan

- 18 April 2022, 20:53 WIB
Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M.Pd.
Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M.Pd. /dok pribadi/

Ngaji Bareng |.| Ustadz Drs. H. Moch Isnaeni, M.Pd.

MELAKUKAN dosa tersembunyi saat tidak bersama handai taulan dan beribadah dalam suasana ramai, pernah diramalkan Rasulullah SAW.

Dalam hadist dari Tsauban dikisahkan, orang-orang itu menerjang apa yang diharamkan Allah SWT saat sedang tiada orang lain.

“Sungguh saya telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebesar Gunung Tihamah yang putih. Kemudian Allah menjadikannya debu berterbangan”.

Baca Juga: Makanan dan Pengaruhnya Terhadap Karakteristik Manusia

Tsauban bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka dan jelaskanlah perihal mereka agar kami tidak menjadi seperti mereka tanpa disadari’.

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya mereka adalah saudara kalian dan dari golongan kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian, tetapi mereka adalah kaum yang jika bersepian. Mereka menerjang hal yang diharamkan Allah."(HR Ibnu Majah).

Makna hadis Tsauban, menerangkan sifat-sifat manusia. Di antara mereka, ada yang bermaksiat saat sendiri dan hatinya memang menentang Allah. Manusia lainnya bermaksiat saat sendiri, karena dikalahkan syahwatnya.

Baca Juga: Segera Bertobatlah Selagi Allah Masih Menutupi Aibmu

Padahal, seharusnya keimanannya mampu mencegah dirinya untuk bermaksiat. Namun, dalam beberapa kondisi, syahwatnya telah menguasainya dan membutakannya. Syahwat itu menjadikan pemiliknya buta dan tuli, akhirnya dia pun terjerembap dalam lembah dosa.

Dosa-dosa tersembunyi dilakukan, seakan Allah tak bisa mengetahui apa yang disembunyikan. Sudah sejak lama seorang Muslim diajarkan, Allah lebih dekat daripada urat leher seseorang.

Dalam Asmaul Husna, Allah pun memiliki sifat Maha Mengetahui atau al-Khabir. Allah merupakan Zat Pencipta yang lebih tahu apa yang diciptakan, Allah juga mengetahui mana yang khianat dan apa yang tersembunyi dalam dada. Lantas, mengapa manusia masih melakukan dosa 'tersembunyi'?

Baca Juga: Catat dan Amalkan, Wirid Tolak Miskin Ala KH Maimoen Zubair

Fariq Gazim Anuz menguraikan beberapa hal, agar kita tidak melakukan dosa tersembunyi.

Pertama, tobat dari dosa yang berulang. Seorang pendosa setelah menyadari dan mengakui kesalahan dan dosanya kemudian bertekad untuk tidak mengulanginya sambil beristighfar, tobatnya akan diterima dengan seizin Allah SWT.

Allah yang Maha Pengampun pun memberi motivasi kepada para pendosa agar tidak berputus asa dalam bertobat;

“Wahai hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri (dengan perbuatan maksiat), janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS az-Zumar [39]:53).

Baca Juga: Sembunyikan Aib Sesama Muslim, Allah Akan Menetup Aib Kita

Berikutnya, menumbuhkan perasaan selalu diawasi Allah. Adanya rasa bahwa Allah dekat dan mengawasi makhluk-Nya, membuat kita takut berbuat dosa. Allah  Maha Menyaksikan atas segala sesuatu bersama dengan kita di belahan dunia manapun kita berada.

Ibnu Rajab Rahimahullah pernah berkata dalam kitabnya Syarhu Kalimat al Ikhlas. "Seorang lelaki pernah merayu seorang wanita di tengah gurun pasir pada malam hari. Namun, si wanita menolak.

Lelaki itu berkata, 'Tak ada yang melihat kita kecuali bintang-bintang.' Kemudian, dijawab si perempuan. 'Lantas ke manakah pencipta bintang-bintang itu?'"

Baca Juga: Jangan Cintai Dunia Tapi Kuasailah Dunia

Tak hanya itu, perasaan malu pun selayaknya ditumbuhkan untuk menghindari dosa. Sebagai bagian dari iman, malu akan membuat seorang hamba menjaga diri.

Sebagaimana wasiat Rasulullah SAW, "Bersikap malulah kalian kepada Allah”. Para Sahabat menyatakan: “Wahai Rasulullah, kami telah bersikap malu kepada Allah, Alhamdulillah”.

Nabi bersabda: “Bukan demikian. Tapi, sesungguhnya sikap malu dengan sebenar-benarnya kepada Allah adalah menjaga kepala dan apa yang ada padanya, menjaga perut dan yang dikandungnya, dan mengingat kematian dan akan datangnya kebinasaan, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat dan meninggalkan perhiasan dunia”.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Mendedah Revolusi Mental Ala Serat Kalatida

“Barang siapa yang melakukan hal itu, maka ia telah bersikap malu dengan sebenar-benarnya kepada Allah."(HR at-Tirmidizi, an-Nasai). ***

Drs. H. Moch Isnaeni, M,Pd. |.| Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)  Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), Ketua Komisi Dialog FKUB, Pembina DDII, Sekretaris Dai Kamtibmas Polres dan praktisi dakwah media cetak maupun online di Kabupaten Klaten.

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah