Ngaji Jiwa Jawi; Nama Japamantra dan Doa

- 9 April 2022, 10:05 WIB
Kustawa Esye
Kustawa Esye /Dok Kiai Damar Sesuluh/

Oleh |.| Kustawa Esye

MESKI Shakespeare mengatakan; “Bunga mawar akan tetap harum meski diberi nama lain.” Nama, sejatinya bukan sebatas sebutan agar seseorang dapat diketahui dan dikenali.

Nama, merupakan ekspresi atau manifestasi diri bagi si empunya. Setiap peristiwa, sesungguhnya selalu terhubung dengan nama. Bahkan, sebagai khalifah fil ard manusialah pencetus beragam peristiwa di jagad raya.

Bila disebut dalam peristiwa atau tindakan yang baik, nama pelaku akan turut terbawa harum. Namun, jikalau nama seseorang dikaitkan dengan peristiwa buruk, pasti namanya akan turut tercemar.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Memaknai Falsafah Filosofi Pacul

Dari sekian banyak bahasa daerah di Nusantara yang hingga kini masih lestari,  Bahasa Jawa memiliki pilihan kata sangat menarik. Baik dari dimensi makna harfiah, marfologis bahkan jikalau ‘didedah’ nilai-nilai falsafah filosofinya.

Karena itu pula, bahasa serta budaya Jawa tetap menjadi ‘kandidat’ tertinggi, dipilih para orang tua untuk menamai putra-putri tercintanya. Hingga era digitalisasi saat ini, warisan adiluhung bangsa kita tidak punah digilas globalisasi.

Sebagai bangsa yang kaya keragaman budaya daerah, sepantasnya kita terus melakukan berbagai upaya, untuk melestarikan aset negeri ini. Salah satu diantaranya, menyematkan unsur budaya bangsa  yang mendunia tadi pada nama buah hati tercinta.

Baca Juga: Ini Amalan Ibadah Murah dan Mudah Dilakukan Menurut Gus Baha

Pranatan tata kelola spiritual masyarakat Jawa, sesungguhnya juga sangat menghargai alam seisinya, sebagai pangejawantahan filosofi hidup yang lebih mengutamakan harmoni dengan ayat-ayat kauniyah-Nya.

Baik harmoni dan atau keselarasan antara manusia dengan alam semesta, dengan sesama insan, demikian juga dengan Allah Sang Maha Pencipta, hablu maninannas maupun hablu minallah.

Masyarakat Jawa dalam memberikan nama putra-putrinya, tidak sedikit juga yang menggunakan nama dan atau sebutan ciptaan Allah. Inilah realisasi penghargaan kita, terhadap alam semesta ciptaan Gusti Kang Murbengningrat.

Baca Juga: Ngupil Siang Hari di Bulan Ramadhan, Batalkah Puasanya?

Selain itu, sebenarnya juga sebagai implementasi falsafah filosofi hidup ’Memayu hayuning bawana’, komitmen kekholifahan kita untuk menjaga kelestarian serta keselarasan jagad raya.

Dalam filosofi falsafah jiwa jawining wong jawi, nama seseorang selain sebagai identitas atau jatidiri diyakini juga sebagai mantra (kata atau kalimat magis), panjangka (harapan) dan tentu saja sebagai doa.

Tidak hanya itu, nama juga merupakan penanda kesadaran teologis, sekaligus pujian religius, dan perhiasan. Selebihnya, juga merupakan syair magis yang  dijadikan panggilan di dunia hingga diserukan di akhirat kelak kemudian hari.

Baca Juga: Potong Rambut Kemaluan di Bulan Ramadhan, Batalkah Puasanya?

Nama yang disematkan kepada ananda tercinta, merupakan harapan agar kelak dikemudian hari putra atau putrinya tumbuh berkembang dewasa,  sesuai dan sebagaimana kandungan makna dalam nama tersebut.

Kearifan lokal budaya memilih dan atau menentukan nama anak yang bersumber falsafah filosofi jiwa jawining wong Jawi ini, sesungguhnya juga selaras dengan ajaran agama maupun keyakinan apa pun yang berkembang di Indonesia.

Dalam bahasa agama Islam mengamanatkan, setiap orang tua menetapkan serta menumpukan harapan yang paling didambaharapkan, melslui nama yang disematkan kepada putra-putri buah hati tercinta.

Baca Juga: Mandi Junub Setelah Imsak, Batalkah Puasa Ramadhannya?

Harapan kepada kehidupan ke depan putra-putrinya bukan hanya agar buah cintanya cantik atau ganteng, pandai, cerdas dan berkelebihan serta kemampuan fisik lainnya.

Akan tetapi, setiap orang tua pasti mendambaharapkan putra-putrinya kelak menjadi insan taqwa, taat kepada Allah, Rasul, berbakti kepada orang tua dan sifat-sifat shaleh/ sholekah lainnya.

Dalam spirit spiritual kejawen, nama juga sebagai pangejawantahan doa. Bagi telinga kedua orang tua, nama anak tak ubahnya bagai syair reliqius yang dilantunkan dengan iringan orkesta merdu mendayu, menyentuh relung kalbu.

Baca Juga: Sopir Bus, Tukang Becak, Kuli Bangunan Boleh Tidak Puasa? Begini Penjelasan Gus Baha

Sebagaimana hakikat makrifat magisnya doa, semakin sering dilafalkan dan atau dilantunkan, doa yang terangkai dalam nama anaknya semakin memberi support spiritual reluqius putra-putri si empunya nama, hingga berkarakteristiknya  sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam namanya. ***

Kustawa Esye |.| Redaktur Pikiran Rakyat Media Network (PRMN) dan Budayawan, Ketua Komunitas Kiai Damar Sesuluh (Spirit Reliqious, Cultural & Education)

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah