Dikisahkan, semenjak usia belia Pangeran Sambernyawa juga hidup dalam cengkeraman mara bahaya. Kekawatiran Patih Danurejo terkuak intrik kelicikannya, membuatnya terus berupaya melenyapkan Pangeran Samber Nyawa.
Sepeninggalan ayahandanya dibuang ke Srilangka dan ibunya berpulang ke hadirat-Nya, Raden Mas Said diasuh oleh Raden Ayu Sumonarso, neneknya. Sejak itu pula, Pangeran Sambernyawa tidak tumbuh berkembang layaknya putra bangsawan lainnya.
Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Memaknai Falsafah Filosofi Pacul
Putra pertama Pangeran Aryo Mangkunegara ini, menghabiskan waktu kecilnya tidak sepermainan bersama anak-anak keluarga Keraton. Bahkan, bisa disebut tersingkir atau terbuang dari kehidupan istana.
“Pangeran Sambernyawa kesehariannya bermain dengan anak-anak abdi dalem dan kawulo alit. Tidak jarang dia tidur di kandang kuda bersama teman-teman sepermainannya,” terang Ki Panji Koeswening, tim penulis yang juga editor buku sejarah Pangeran Samberyawa tadi.
Naamun demikian, tidak membuat Pangeran Sambernyawa merasa kecil hati. Pergaulannya dengan anak-anak abdi dalem dan kawulo alit, justru membuatnya tahu persis realita penderitaan hidup masyarakat di luar istana.
Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Nama Japamantra dan Doa
Raden Sutowijoyo III, putra Tumenggung Nambang adalah teman karip Pangeran Samber Nyawa. Persahabatan yang terbangun sejak usia belia, perjalanan sejarah berikutnya menspirit kebersamaan berjuang melawan kolonial Belanda.
Setelah remaja, Raden Sutowijoyo III dikenal bernama Raden Ngabehi Rangga Panambang. Sahabat karip yang lain, Surodiwongso dari Nglaroh, lebih dikenal Surodiwongso yang juga seperjuangan melawan penjajah di bumi pertiwi.
Menginjak usia 14 tahun, Pangeran Sambernyawa diangkat Mantri Gandek Keraton Kartosuro oleh Susuhunan Pakubuwono II, diberi gelar Raden Mas Suryokusumo, mendapatkan lungguh seluas 50 jung (sekitar 200 Bahu) di wilayah Ngawen Jogjakarta.