Gus Baha Menjawab: Kenapa Sopir Bus Tak Diwajibkan Puasa Ramadhan?

22 Maret 2024, 03:25 WIB
Wajib tahu dan dicatat, inilah jawaban Gus Baha. Kenapa sopir bus tak diwajibkan menjalani ibadah Fardlu Puasa Ramadhan? /youtube @krapyaktv/

KARANGANYARNEWS – Muslim wajib tahu, inilah jawaban KH Ahmad Bahauddin Nursalim yang lebih populer dipanggil Gus Baha. Kenapa sopir bus tak diwajibkan menjalani ibadah Fardlu Puasa Ramadhan?

Syariat Islam memberi toleransi terkait segala kuwajiban yang semestinya harus dijalankan penganutnya, karena pertimbangan keadaan dan atau situasi serta kondisi tertentu.

Seperti Puasa Ramadhan salah satunya, meskipun hukumnya wajib terhadap seluruh muslim dan muslimat yang telah akhil balik, menurut Gus Baha tetap memberi kelonggaran terhadap orang yang karena kondisinya tidak dapat menjalankan secara sempurna.

 Baca Juga: Doa Puasa Ramadhan Hari ke Duabelas: Mohon Penutup Aib dan diselamatkan Segala yang Ditakuti

Umat Islam yang diperbolehkan tidak menjalankan Puasa Romadhan tersebut, sebagaimana dicontohkan Kiai bernama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim tadi, diantaranya orang yang tengah sakit, perempuan yang tengah menstruasi, Lansia dan orang yang hampir meninggal dunia.

Meskipun sudah aqil balik mereka tidak wajib menjalankan Puasa Ramadhan, sebagai penggantinya dijelaskan juga oleh Gus Baha, mereka wajib membayar fidyah.

 

Karena Kondisi Tak Memungkinkan

“Jadi, orang yang boleh tidak Puasa Ramadhan itu salah satunya mereka yang sudah tua, sakit-sakitan, pokoknya sudah mau meninggal dunia," katanya sebagaimana dilansir KaranganyarNews.com dari  kanal YouTubu Kajian Islam, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha.

 Baca Juga: Inilah Jawabnya: Berkumur Selain Teruntuk Wudlu, Apakah Membatalkan Puasa Ramadhan?

Dalam kajian yang membahas beberapa orang yang boleh tidak melaksanakan ibadah fardlu Puasa Ramadhan tadi, Gus Baha memberi catatan dan mensyaratkan kelompok yang diperbolehkan tidak menjalankan Puasa Ramadhan tadi diwajibkan harus membayar fidyah.

Terkait bentuk fidyah-nya, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidul Qur'an di  Narukan, Rembang, Jawa Tengah, tadi menyebutkan dapat dengan cara memberikan makanan kepada orang fakir miskin. Dikatakan, fidyah tersebut sifatnya sebagai pengganti kuwajiban ibadah Puasa Ramadhan mereka.

Selain Lansia, orang yang tengah sakit, dan orang yang hampir meninggal dunia menurutnya masih ada lagi beberapa orang yang tidak diwajibkan menjalankan Puasa Ramadhan, dikarenakan kondisi dan atau sesuatu yang tidak memungkiankan.

 Baca Juga: MUSLIM WAJIB TAHU: Syariat Hubungan Intim Pasutri di Bulan Puasa Ramadhan

Dijelaskan pekerja keras seperti kuli bangunan dan sejenisnya, juga tidak diwajibkan menjalankan Puasa Ramadhan.  Ulama karismatik ahli fiqih tadi, juga menceritakan pengalamannya saat ditanya oleh seorang sopir bus.

 

Hukum Fiqih

“Sopir bus itu pernah tanya kepada Saya, terkait hukumnya Puasa Ramadhan dikaranakan dia jarang Puasa Ramadhan. Masalahnya, dikarekan  dia harus konsentrasi menyetir,” kisah santri kesayangan ulama legendaris nan kharismati KH Maimun Zubair atau Mbah Moen tadi.

Menjawab pertanyaan sopir bus tadi, Gus Baha mengutip pendapat Imam Syafii yang mengatakan, orang yang keluar dari rumah ke tempat asing tergolong orang yang bepergian.

 Baca Juga: Keistimewaan Puasa Ramadhan Hari Kesebelas: Allah Mencatat pahala Kalian Setara 4 Kali Naik haji dan Umrah

Namun demikian, dijelaskan menurut Imam Hambali pergi artinya tidak melakukan apa-apa. Sedangkan orang yang keluar rumah, disebut dengan kerja.

“Istri kamu atau suami kamu ditanya, istri kamu kemana? Kira-kira jawabnya gimana? Kamu bilang pergi, jalan-jalan, atau kerja? Pasti kerja kan?” kata Gus Baha dalam ceramahnya di kanal Youtube Ngaji Online.

Menurut Gus Baha, mereka yang berprofesi seperti traveling atau supir  bukan sedang pergi, tapi bekerja. Dia katakan, orang-orang yang sedang bepergian boleh mendapat diskon dari Allah SWT berupa tidak Puasa.

 Baca Juga: Mohon dijauhkan kemurkaan Allah dan api neraka, Doa Puasa Ramadhan Hari Kesebelas

Gus Baha menyampaikan, umumnya manusia akan terus berdebat panjang terkait definisi. Namun, hal itu penting, karena hukum fiqih berubah gara-gara definisi.

Ulama yang lama nyantri di Sarang, Rembang itu meambahkan, hukum fiqih selama ini menjadi pedoman bagi ulama untuk menentukan aturan-aturan hukum.

Artinya, lanjut Gus Baha, umat Islam juga  tidak bisa asal menghukumi sopir bus dengan aturan fiqih, agar dia tetap berpuasa karena hal itu bisa melanggar konstitusi ilmu.

 

Wajib Menqodo Puasanya

Kepada orang yang sedang bepergian, menurutnya ada ketentuan untuk tidak melakukan ibadah Puasa, kemudian yang bersangkutan  menqodo di hari atau bulan lain.

 Baca Juga: Harus Mendahulukan Buka Puasa Ramadhan atau Sholat Magrib? Begini Jawaban Gus Baha

“Tetapi menjadi problem kalau orang itu sopir bus dengan mengatakan sedang bepergian sehingga tidak berpuasa. Kalau dia menqodo, kapan waktunya? Kan selama hidupnya dia menyetir armadanya?”

Gus Baha mengutip pendapat Ahmad Ibnu Hambal, disebutkan yang dimaksudkan dengan musafir itu orang yang pergi ke suatu tempat yang asing. Sopir atau pekerja-pekerja tidak dinamakan sedang bepergian, tetapi sedang bekerja.

Dalam unggahan media sosialnya Gus Baha memberi penjelasan, jikalau orang yang bekerja hendaknya melakukan Puasa. Sebab, hakikatnya bukan sedang bepergian.

 Baca Juga: Inilah Jawaba dan Dalilnya: Apakah Bekam dan Donor Darah Membatalkan Puasa Ramadhan?

Tapi tentu saja beda hukumnya jika sopir, tukang becak, kuli bangunan yang tidak kuat atau malah sakit selama menjalankan Puasa. Mereka boleh berbuka atau tidak Puasa, tapi tetap wajib menqodo Puasanya setelah bulan Ramadhan.***

Editor: Kustawa Esye

Tags

Terkini

Terpopuler