Serunya Tradisi Syawalan di Bukit Sidoguro: 10 menit, 25 Gunungan Ketupat Ludes Diperebutkan

- 17 April 2024, 21:39 WIB
Tak lebih 10 menit, 25 gunungan ketupat ludes diperebutkan ribuan pengunjung dalam puncak tradisi Syawalan di Bukit Sidoguro
Tak lebih 10 menit, 25 gunungan ketupat ludes diperebutkan ribuan pengunjung dalam puncak tradisi Syawalan di Bukit Sidoguro /Foto: klatenkab.go.id/

KARANGANYARNEWS - Seru dan meriahnya tradisi Syawalan di Bukit Sidoguro, Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, tak lebih 10 menit, 25 gunungan ketupat, ludes diperebutkan ribuan pengunjung.

Ribuan masyarakat, Rabu 17 April 2024 sejak pukul 08.00 WIB telah berdatangan dari berbagai daerah. Dengan sabar mereka menunggu kirab atau arak-arakan 25 gunungan ketupat yang dimulai pukul 10.00 WIB. 

Diiringi puluhan musisi hadrah, Bupati Klaten Sri Mulyani ikut berjalan di antara rombongan kirab gunungan ketupat, dari Gapura masuk sampai puncak Bukit Sidoguro.

 Baca Juga: Berebut 3 Kuintal Ketupat: Catat tanggal dan Kehebohannya, Grebeg Syawalan Bukit Sidoguro Klaten

Di panggung kehormatan yang berada di puncak Bukit Sidoguro, utara destinasi wisata air Rawa Jombor, puncak acara tradisi Syawalan dibuka dengan penamplan tari tradisional dari sanggar seni Omah Wayang Klaten.

Sesaat setelah 25 gunungan ketupat dinaikkan ke panggung, ribuan warga yang hadir berdesakan merangsek mendekati panggung.

 

Ludes Diperebutkan

Belum selesai Bupati Klaten meyampaikan pidato sambutannya dalam acara tradisi Syawalan di Bukit Sidogura ini, ribuan pengunjung sudah tak sabar untuk memperebutkan gunungan ketupat.

 Baca Juga: Ketupat Lebaran Syawal: Akulturasi Budaya Humanis Hindu Budha dan Islam

Mereka bergegas naik panggung, saling dorong dan berebuti gunungan terangkai dari ketupat dan aneka sayuran. Diantaranya wortel, terong, cabai dan lainnya.

Sebagian warga yang berhasil naik panggung, melempar-lemparkan ketuapat dan aneka sayuran tadi kepada pengunjung yang berada di bawah panggung.

Tak lebih 10 menit, 25 gunungan ketupat tadi habis diperebutkan pengunjung tradisi Syawalan Bukit Sidoguro yang berdatangan dari berbagai daerah.

 Baca Juga: Falsafah Filosofi Reliqius Ketupat Lebaran, dalam Budaya Jawa

Kepala Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Klaten, Sri Nugroho mengatakan, tradisi Syawalan di Bukit Sidoguro digelar untuk melestarikan tradisi Jawa sebagai penghormatan terhadap leluhur.

 

Warisan Budaya

Dia berharap kegiatan tersebut menjadi sarana silaturahmi antarmasyarakat untuk saling memaafkan. Diharapkan juga, tradisi Syawalan ini dapat menggerakkan sektor pariwisata terutama di Bukit Sidoguro.

“Kegiatan ini, diikuti serangkaian acara seperti kirab 25 gunungan ketupat. Menurut orang Jawa kupat merupakan akronim dari ngaku lepat, juga sebagai rasa syukur kepada Tuhan,” kata dia sebagaimana dilansir dari klatenkab.go.id.

Dijelaskan, tradisi Syawalan sudah dimulai sejak abad ke-15 Masehi pada masa Raden Patah di Demak. Pada masa Walisanga, ketupat digunakan sebagai media dakwah yang dijadikan simbol.

 Baca Juga: Grebeg Syawal Keraton Surakarta, Sejarah dan Filosofi Dibalik Kemeriahannya

“Ketupat mempunyai makna yakni lebaran sebagai makna pintu memaafkan, ketupat juga bermakna leburan atau melebur dosa yang dilalui selama satu tahun. Ketupat juga bermakna laburan yang berarti menyucikan diri atau menjadi putih kembali,” terang Sri Nugroho. 

Dalam acara yang sama, Bupati Klaten mengatakan, tradisi Syawalan merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan dan dirawat bersama. Momen ini, menurut Sri Mulyani dimanfaatkan juga untuk saling memaafkan satu sama lain.***

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah