Pada zaman Rasulullah perjalanan selama menjadi musafir ini merupakan bagian dari bentuk dakwah, Allah SWT menganjurkan kepada manusia untuk berpergian ke seluruh penjuru muka bumi ini. Sebagaimana dalam firman-Nya berikut ini:
“Yang menjadikan bumi bagi kamu mudah digunakan, maka berjalanlah merata-rata ceruk rantaunya, serta makanlah dari rezeki yang dikurniakan Allah; dan kepada Allah jualah (kamu) dibangkitkan hidup semula.” [QS. Al-Mulk : 15].
Syariat Puasa Ramadhan Teruntuk Musafir
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (Qs. al-Baqarah: 185).
Baca Juga: Doa Puasa Ramadhan Hari Ketujuh: Memohon Terhindar Kesia-sian Puasa dan Dijauhkan Perbuatan Dosa
Berdasarkan firman Allah di atas, seorang musafir diberikan keringanan dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan seperti dalam keistimewaannya bulan Ramadhan itu sendiri.
Keringanan ini, diberikan memgingat lama perjalanan dapat memakan waktu hingga berjam-jam sehingga ditakutkan jikalau menjalankan ibadah puasa Ramdahan dapat menbahayakan perjalanan yang dilakukan.
Terlebih jikalau yang bersangkutan memiliki tugas yang membutuhkan konsentrasi tinggi dan menguras tenaga, semisal mengendarai kendaraan bermotor atau menyopir armada.
Dikhawatirkan jikalau tetap berpuasa, akan dapat menghilangkan konsentrasi serta menguras tenaganya sehingga dapat membahayakan diri pribadi maupun penumpang dalam beribadah puasa Ramadhan dan pelaksanannya.
Baca Juga: Syariat Wudhu Saat Puasa Ramadhan: Haruskah Kumur Kuat dan Kencang?