Menelusuri Jejak Assabiqul Awalun Islam di Lereng Barat Gunung Lawu

- 23 Desember 2022, 07:05 WIB
Makam Syeh Hasan Tafsir, ulama ahli tafsir Alquran di Dusun Sintru, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar
Makam Syeh Hasan Tafsir, ulama ahli tafsir Alquran di Dusun Sintru, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar /Foto: Dok Jibi/ Espos/

Oleh |.| Anik Hidajati, S.Pd., M.Pd.

SEJARAH mencatat, penyebaran dan pengembangan agama Islam di Nusantara meninggalkan jejak kisah menarik untuk ditelusuri, dipelajari dan disuritauladani generasi era berikutnya.

Jejak sejarah yang menjadi bagian peradaban tadi, dibawa dan dibangun para tokoh pelaku sejarah, sebagai bukti Islam bukanlah agama terbelakang. Selain itu juga merupakan akulturasi sangat humanisnya agama Islam dengan segala dimensi, ruang maupun waktu.

Setidaknya, sebagaimana jejak sejarah peradaban Islam di lereng barat Gunung Lawu yang sekarang lebih di kenal Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.

Baca Juga: Mengoptimalkan Implementasi Kurikulum Merdeka dalam Pembelajaran SMP

Sampai saat ini, memang belum ada hasil penelitian secara akademisi dari para sejarawan maupun buku-buku sejarah yang dapat dijadikan referensi secara ilmiah.

Namun demikian, dari bukti-bukti peninggalan sejarah yang ditemukan dan penuturan sejumlah  tokoh masyarakat setempat, jejak penyebaran agama Islam di lereng barat Gunung Lawu, telah berlangsung semenjak tahun 1800-an.  

Sejumlah tokoh masyarakat di Dusun Sintru, Desa Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, meyakini penyebaran agama Islam di lereng barat Gunung Lawu berawal dari di pedukuhan atau dusun mereka.

Baca Juga: Jejak Pangeran Sambernyawa 1: Raden Mas Said, Putra Bangsawan yang Terbuang

Sebagaimana dilansir dari laman NU Online, menurut Ustadz Parsono Agus Waluyo sejak tahun 1800-an agama Islam telah berkembang di Dusun Sintru, tempat tinggal dia secara turun temurun hingga saat ini.

Bukan tanpa alasan dia menyampaikan keyakinannya, selain berdasar sejumlah bukti peninggalan sejarah, juga menurut cerita para pendahulu atau nenek moyangnya.

Bahkan, disebutkan juga Dusun Sintru pernah menjadi titik poros awal sejarah dan perkembangan peradaban Islam di wilayah lereng barat Gunung Lawu. 

Baca Juga: Jejak Pangeran Sambernyawa 2: Hengkang dari Istana Melunasi Spirit Patriotiknya

Selain masjid Sintru yang hingga sekarang masih dilestarikan (meskipun telah terjadi pemindahan lokasi), di Dusun Sintru, dulu pernah juga berdiri pondok pesantren yang santrinya berasal dari berbagai daerah.

Sangat disayangkan, kurang berperannya generasi penerus tokoh agama yang mengawali membangun peradaban Islam di Dusun Sintru, menjadikan pondok pesantren peninggalan era 1800-an tadi tidak terawat dan akhirnya tidak lagi tersisa bekasnya.

Sekitar tahun 1950-an, pondok pesantren di kampung halamannya sudah tidak ada. Area maupun bangunan bekas pondok pesantrennya, telah  beralih fungsi menjadi pemukiman warga.

Baca Juga: Jejak Pangeran Sambernyawa 3: Nyai Ageng Karang, Cikal Bakal Kabupaten Karanganyar

Untuk melacak sejarah keberadaan pondok pesantren serta  jejak peradaban Islam di Dusun Sintru, Ustadz Parsono Agus Waluyo bersama para alumni santri pondok pesantren Sintru, kini tersebar di berbagai wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, masih terus mengumpulkan jejak sejarahnya.

Assabiqul Awalun

Siapakah ‘assabiqul awalun’ atau tokoh yang mengawali menyebarkan serta membangun peradaban Islam di Dusun Sintru, pionir masuknya agama Islam di lereng barat Gunung Lawu?

Hasil penelusuran jejak sejarah dari berbagai sumber, juga bukti-bukti yang ditemukan dan hingga sekarang masih ada menyebutkan, Kyai Istad sebagai ulama yang mengawali membawa ajaran Islam ke lereng barat Gunung Lawu.

Baca Juga: Jejak Pangeran Sambernyawa 4: Kawah Candradimuka di Lereng Barat Gunung Lawu

Kyai Istad yang belum terlacak asal muasalnya, dikisahkan datang kemudian menetap di Dusun Sintru tahun 1800-an. Era berikutnya atau generasi ke-2, dilanjutkan Kyai Imam Mubarok dan Syeh Hasan Tafsir.

Di Dusun Sintru, ulama ahli tafsir Alquran Syeh Hasan Tafsir yang disebutkan dari Jawa Timur tadi mendirikan masholla, sebagai tempat warga setempat belajar syariat Islam dan menjalankan ibadah sholat lima waktu.

Seiring perjalanan waktu, semakin banyak warga yang ingin belajar syariat Islam ke musholla tadi. Tak hanya warga di Dusun Sintru, bahkan mereka berdatangan dari berbagai daerah lain yang letak geografisnya jauh dari Dusun Sintru.

Baca Juga: Jejak Pangeran Sambernyawa 5: Strategi Pembiaran Markasnya Dibumihanguskan

Karena semakin banyaknya warga yang ikut mengaji, Syeh Hasan Tafsir bersama warga setempat berinisiatif mendirikan pondok pesantren, tempatnya  tak jauh dari musholla tadi.

Syeh Hasan Tafsir meninggal dunia tahun 1911, dimakamkan di Dusun Sintru itu juga. Sejak sepeninggalan ulama ahli tafsir Alquran itulah, pesantren yang didirikan Syeh Hasan Tafsir mulai surut dan ditinggalkan para santrinya.

Para santri Syeh Hasan Tafsir, turun gunung untuk menyebarkan agama  Islam di wilayah asal mereka masing-masing. Selain berasal dari berbagai wilayah di Jawa Tengah, tidak sedikit juga santrinya dari beberapa wilayah Jawa Timur.

Baca Juga: Sisi Lain Pembangunan Waduk Jlantah, Makam Punggowo Baku Sambernyawa Terancam Tenggelam

Peninggalan Sejarah

Bukti-bukti peninggalan sejarah penyebaran dan pengembangan peradaban Islam di lereng barang Gunung Lawu yang hingga sekarang masih dapat ditemukan diantaranya:

Musholla atau masjid Sintru di Dukuh Sintru Kulon, Dusun Kembang, Desa Doplang. Seiring perjalanan waktu, tempat peribadatan agama Islam yang diyakini warga setempat didirikan Syeh Hasan Tafsir tahun 1800-an ini, telah direnovasi dan direlokasi hingga tiga kali.

Bukti peninggalan sejarah dan peradaban Islam di Dusun Sintru tadi, juga dikuatkan keberadaan kitab tafsir Alquran bertuliskan huruf arab ‘pegon’ atau tanpa syakal, dilengkapi terjemahan bahasa Jawa Kawi (Klasik) yang tulisannya juga huruf Arab ‘pegon’.

Baca Juga: Inilah Astana Girilayu, Makam KGPAA Mangkunegara IX

Kitab tersebut hingga kini masih tersimpan di masjid Sintru, meski kondisinya kurang terawat. Kitab pustaka peninggalan era 1800-an tadi, sekarang sudah sulit terbaca masyarakat awam.

Selain tulisannya dengan huruf Arab tanpa syakalan, terjemahan dan tafsirnya yang juga bertuliskan huruf Arab ‘pegon’,  berbahasa Jawa Kawi yang sangat sulit dimegerti generasi sekarang, sebagian naskahnya juga sudah hilang.

Menurut Ustadz Parsono Agus Waluyo, kitab-kitab peninggalan Syeh Hasan Tafsir yang lainnya dula dibawa santri anak asuh Syeh Hasan Tafsir ke beberapa wilayah di Jawa Timur. Alasannya, karena saat itu masyarakat setempat kurang memperhatikan dan serius  merawatnya.

Baca Juga: 9 Fakta Makam Penguasa Orde Baru Presiden Soeharto, Pernah Diisukan Berlapis Emas

Selain kitab terjemahan dan tafsir Alquran berbahasa Jawa Kawi, dengan tulisan huruf Arab Gundul, juga terdapat kitab pusaka berisi pengobatan tradisional Islam,  catatan sejarah perkembangan serta peradaban Islam di era 1800-an, dan ilmu syariat Islam lainnya.

Di Dusun Sintru terdapat juga makam Kiai Imam Mubarok dan pusara Syeh Hasan Tafsir, dari batu nisan yang hingga sekarang masih ada diperkirakan Syeh Hasan Tafsir wafat tahun 1911. Pada nisan tersebut, juga terdapat tulisan huruf Arab yang ejaannya tidak setiap orang dapat membaca dan menterjemahkannya.

Peninggalan sejarah lainnya, juga ditemukan prasasti yang diyakini para tokoh masyarakat setempat peninggalan Kiai Imam Mubarok. Selain situs batu menyerupai payung, juga batu menyerupai bagian dari sumur di dekat Makam Kiai Imam Mubarok. ***

Anik Hidajati, S.Pd., M.Pd. |.| Pendidik di SMP Negeri 4 Karanganyar

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x