Melacak Jejak Kasultanan Yogyakarta dari Masjid Pathok Negoro

- 5 April 2023, 04:05 WIB
Masjid Jami' Ad-Darojat salah satu masjid Pathok Negoro, sebagai simbol batas wilayah di Kasultanan Yogyakarta
Masjid Jami' Ad-Darojat salah satu masjid Pathok Negoro, sebagai simbol batas wilayah di Kasultanan Yogyakarta /Arief Winarko/ KaranganyarNews/

KARANGANYARNEWS – Dalam Bahasa Jawa, Pathok berarti sebuah penanda atau batas. Istilah Pathok Negoro merupakan batas wilayah suatu negara atau kerajaan ketika itu. Keberadaan masjid Pathok Negara di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam sejarahnya merupakan salah satu penanda berdirinya Kasultanan Yogyakarya.

 

Kasultanan Yogyakarta membangun empat masjid selain Masjid Gedhe, di empat penjuru mata angin. Keempat masjid ini dinamakan sebagai masjid Pathok Negara. Bahwa masjid sebagai batas Kasultanan Yogyakarta dan sebagai pedoman pemerintahan negara.

Baca Juga: Inilah Jawaban dan Syariatnya, Kenapa Pacaran Saat Puasa Ramadhan Tidak Diperbolehkan?

Lokasi keberadaan empat masjid dalam sejarah yang dilansir KaranganyarNews.com melalui portal dpad.jogjaprov.go.id, Masjid Pathok Negara berada di wilayah pinggiran Kuthanegara, tepat berada di perbatasan wilayah Negaragung. 

Kuthanegara dan Negaragung, sebagai sistem pembagian hirarki tata ruang dalam wilayah kerajaan Mataram Islam. Wilayah Kuthanegara, adalah tempat di mana pusat pemerintahan berada. Sedangkan Negaragung, merupakan wilayah inti kerajaan yang berfungsi sebagai pelingkup atau penyangga pusat pemerintahan.

Pengelola Masjid Pathok Negara, Abdi Dalem yang ditugasi mengelola dan memberikan pendidikan keagamaan kepada masyarakat yang berada di sekitar Masjid Pathok Negara tersebut.

Baca Juga: Doa Puasa Ramadhan Hari ke-15, Kamis 06 April 2023: Bacaan dan Tulisan Arab dan Terjemahan Indonesia

Keempat Masjid Pathok Negara, merupakan masjid yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I. Berikut 4 Masjid Pathok Negara tersebut:

  1. Sebelah Barat Masjid Jami’ An-nur di Mlangi

Berada di dusun Mlanggi, kalurahan Nogotrto, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman (DIY). Masjid Jami’ An-nur didirikan dan dikelola oleh Kyai Nur Iman atau BPH Sandiyo. Kyai Nur Iman merupakan saudara Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Merupakan putra dari Raja Mataram,Susuhunan Amangkurat IV. Masjid ini menempati tanah seluas 1000 m2 dari Kasultanan Yogyakarta. Terdapat 16 tiang utama dari kayu jati.

Baca Juga: Keutamaan Puasa Ramadhan Hari ke-14: Raih Pahala Setinggi Ibadah Bersama Setiap Nabi

Terdiri 4 saka guru dan 12 saka penanggep. Bangunan masjid mengalami perobakan besar tahun 1985. Masjid dibuat bertingkat dengan pilar-pilar beton, bentuk asli masjid dipertahanan dengan cara diangat ke lantai atas.

Salah stau yang tidak mengalami perubahan yaitu mustaka atau mahkota masjid. Kawasan masjid ini masuk ke dalam kampung wisata Mlangi.

  1. Sebelah Utara Masjid Jami’ Sulthoni di Plosokuning

Berada di kampung jalan Plosokuning, kalurahan Minomartani, kapanewon Ngaglik, Sleman DIY. Masjid Jami’ Sulthoni berdiri diatas tanah seluas 2500 m2 dengan tanah milik Kasultanan Yogyakarta.

Baca Juga: 5 Masjid Indah nan Instagrammable di Solo yang Cocok buat Wisata Religi Ramadan

Salah satu ciri yang sangat artisrtik adalah keberadaan kolam yang mengitari  masjid. Masyarakat sebelum masuk kemasjid ini, biasanya membasuh muka dan mencuci kaki terlebih dahulu.

Masjid Jami’ Sulthoni dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono III. Merupakan ayah dari Pangeran Diponegoro yakni Kyai Raden Mustafa (Hahadi I) yang menjadi Abdi Dalem Kraton Kasultanan Yogyakarta.

  1. Sebelah Timur Masjid Jami’ Ad-Darojat di Babadan

Berada di kalurahan Babadan, kapanewon Banguntapan, Bantul DIY. Masjid Jami’ Ad-Darojat dibangun tahun 1774 di atas tanah seluas 120 m2. Dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Baca Juga: Rekomended Teruntuk Ngabuburit: Inilah Eksoktinya 3 Destinasi Hutan Pinus Mangunan, Kabupaten Bantul

Bangunan masjid ini, sesuai dengan masjid Pathok Negara lainya, konstruksi bangunanempat saka guru,  serambi masjid berbentuk limasan dilengkapi dengan kolamuntu bersuci. Terdapat ruang diperuntukkan bagi jamaah perempuan.

Tahun 2003 mustaka/mahkota masjid diganti dengan mustaka kuningan, sementara yang asli terbuat dari tanah liat tersimpan.

  1. Sebelah Selatan Masjid Nurul Huda di Dongkelan

Berada di wilayah kauman Dongkelan, kalurahan Tirtomartani, kpanewon Kasihan, Bantul DIY. Masjid Nurul Huda didirikan tahun 1775. Bangunan masjid awal beratapkan ijuk.

Baca Juga: Inilah Jawab Gus Baha, Harus Mendahulukan Buka Puasa Ramadhan atau Sholat Maghrib?

Ciri utamanya pada mustaka berasal dari tanah liat. Masjid ini merupakan salah satu saksi sebagai Masid Pathok Negara yang berfungsi sebagai benteng pertahanan.

Pada masa perlawanan Pangeran Diponegoro, masjid ini dibakar hingga hancur oleh Belanda, karena Belanda menganggap masjid ini sebagai tempat berkumpul para pejuang pengikut Pangeran Diponegoro.

Saat ini Mustaka dari tanah liat tidak lagi berada di atap masjid, namun disimpan dalam kotak kaca. Mustaka ini yang tersisa sejak kejadian pembakaran oleh Belanda.

Baca Juga: Doa Puasa Ramadhan Hari ke-14, Rabu 05 April 2023: Memohon Terhindar Bencana dan Malapetaka

Dalam falsafah Jawa dikenal istilah kiblat papat limo pancer, atau yang dikenal juga dengan mancapat-mancalima. Falsafah ini diwujudkan dengan posisi empat Masjid Pathok Negara di empat penjuru mata angin, dengan Masjid Gedhe sebagai pusatnya.

Hal ini adalah perwujudan konsep mandala, jumlah tumpang pada atap digunakan sebagai pembeda antara posisi Masjid Gedhe sebagai pusat dan keempat masjid lainnya sebagai penjuru.

Mandala dalam konsep pemerintahan merupakan penggambaran keharmonisan antara makrokosmos dengan mikrokosmos (rakyat dan pusat kekuasaan). Dalam bahasa Jawa dikenal sebagai Manunggaling Kawulo Gusti. ***

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x