KARANGANYARNEWS - Lain dulu, jelas beda sekarang. Kota Semarang, kini menghadapi sederet permasalahan krusial yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah Kota Semarang, untuk segera dicarikan solusi solutif penyelesaiannya. Berikut rangkuman wawancara KaranganyarNews.com dengan Dr Ir Mohammad Agung Ridlo MT, terkait 'Kota Semarang Dulu dan Kini'.
Melansir buku 'Kromoblanda' HF Tillema, menurut sejarah Kota Semarang merupakan kota yang bertipe barat berbentuk konsentrik yang terdiri dari empat lapis lingkaran.
Lingkaran pertama, disebutkan Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, FT Unissula Semarang, Mohammad Agung Ridlo, pusat kekuasaan dan kekuatan pemerintah Kota Semarang, sewaktu dijajah Belanda.
Baca Juga: Diskusi Monolog ‘Yang Silam’ di BBPJT, Alfiyanto: Monolog Tak Harus Digelar Tertutup dan Gelap
"Peninggalannya seperti gedung-gedung bekas perkantoran Jaman Belanda, sebagaimana membentang di sepanjang jalan Raden Patah sampai ke Purwodinatan," kata dia.
Lingkaran Kedua, menurutnya sebagai tempat tinggal para priyayi, bangsawan, pejabat, pribumi intelek, pedagang atau pengusaha kaya, seperti kawasan perdagangan (pecinan) di Pekojan Semarang.
Lingkaran Ketiga, dijelaskan Mohammad Agung Ridlo, tempat tinggal penduduk asli Indonesia, berupa kampung alami yang sampai saat ini kurang mendapat perhatian dalam pertumbuhannya.
Baca Juga: Doa Lintas Agama di Mapolda, Habib Umar Muthohar: Polri dan Tokoh Agama Sinergis, Jateng Kondosif
Kondisinya selain nampak kurang terawat, juga kumuh. Dia sebutkan seperti di sekitar bagian belakang kawasan kota lama, sekitar pelabuhan, Stasiun Tawang dan Poncol, Kaligawe, dan Sleko.