Kini, lebih dari 350 tahun, kondisi bekas Keraton Kartasura sungguh menyedihkan. Tembok dalam keraton atau Sri Manganti telah hancur rata dengan tanah, menyisakan sedikit bagiannya di beberapa tempat.
Benteng ini sebelumnya mengelilingi lahan seluas 2 hektar. Sedangkan benteng luar, Baluwarti, diperkirakan mengelilingi lahan seluas 16 hektar. Saat ini, benteng Baluwarti hanya tersisa 100 meter.
Baca Juga: Menguak Misteri Suksesi Keraton Kasultanan Ngayojakartakarta Hadiningrat
Benteng Sri Manganti kini dipenuhi dengan perumahan permanen, kebun dan makam. Selain alun-alun, tempat tinggal puteri keraton (keputren) dan petamanan keraton telah menjadi pemukiman padat.
Sitihinggil, tempat yang ditinggikan di depan alun-alun, sebagian telah pula menjadi pemukiman. Puing-puing bangunan kuna yang tersisa adalah hanyalah gedung obat (mesiu), bangunan pos jaga Kumpeni. Namun, situs itu pun kini telah dipenuhi makam.
Tak ada kolam penuh air di Balekambang keraton, yang letaknya di tenggara keraton. Sebagai gantinya adalah pemukiman dan lapangan sepakbola. Sisa lainnya adalah gundukan tanah setinggi lebih dari 20 meter yang disebut penduduk Gunung Kunci.
Baca Juga: Konflik Putra Mahkota Meruncing, Paku Buwono XIII Bukan Pemilik Keraton
Di puncak gunung itu terdapat makam keramat. Tempat ini bekas segoroyoso, tempat rekreasi keluarga keraton, dibangun pada masa Paku Buwana I (1704-1709).
Bangunan macam itu mengikuti pola keraton Plered. Tak ada lagi bangunan keraton yang utuh. Mas Garendi meluluhlantakkan seluruh bagian keraton.
Lahan di sekitar benteng Baluwarti tak jauh berbeda. Kondisi tembok batu bata setinggi 3 meter dengan tebal setengah meter itu pun sangat memprihatinkan. Tanaman merambat dan lumut merayapi badannya.