Jejak Raden Mas Said (1): Alap-alap Samber Nyawa, Putra Bangsawan yang Terbuang

- 12 November 2021, 07:37 WIB
Silsilah Raden Mas Said, putra bangsawan yang semasa kecilnya didera derita hidup dan ‘terbuang’ dari istana Kerajaan Kartosura era Susuhunan Pakubuwono II
Silsilah Raden Mas Said, putra bangsawan yang semasa kecilnya didera derita hidup dan ‘terbuang’ dari istana Kerajaan Kartosura era Susuhunan Pakubuwono II /dok-Kustawa Esye/

KARANGANYARNEWS – Rentang sejarah Kabupaten Karanganyar yang bulan Nopember 2021 ini berusia 104 tahun, tak lepas dari perjuangan Raden Mas Said, pendiri dinasti Kerajaan (Pura) Mangkunegaran Surakarta.  

‘Manggayubagya’ Hari Jadi Kabupaten Karanganyar sekaligus Hari Pahlawan, karanganyarnews.pikiran-rakyat.com menurunkan tulisan bersambung Jejak Heroisme Raden Mas Said, pahlawaan nasional yang semasa perjuangannya melawan kolonial Belanda dijuluki Alap-alap Samber Nyawa.

Raden Mas Said, lahir tanggal 7 April 1725 di Keraton Kartosuro, putra Pangeran Aryo Mangkunegoro buah perkawinannya dengan Raden Ajeng Wulan, putri Kanjeng Pangeran Aryo Balitar.

Baca Juga: Festival Karawitan SMP, 80 Sekolah di Karanganyar Memiliki Gamelan

Walau berdarah biru dan hidup di lingkungan Keraton, masa kecilnya penuh penderitaan dan keprihatinan hidup. Ketika berumur dua tahun,  ayahandanya dibuang ke Srilangka oleh pemerintahan kolonial Belanda.

Dalam buku ‘Sejarah dan Nilai-nilai Luhur Raden Mas Said’, diterbitkan Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) Kabupaten Karanganyar, disebutkan  Pangeran Aryo Mangkunegoro difitnah Patih Danurejo.

Siasat licik Patih Keraton Kartosura yang bersekongkol dengan kolonial Belanda ini, melaporkan  Pangeran Aryo Mangkunegoro berselingkuh dengan selir Raja Kartosura Susuhunan Paku Buwono II, bernama Mas Ayu Larasati.

 Baca Juga: Usmar Ismail Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Bagai sudah jatuh masih juga tertimpa tangga, Raden Mas Said kian didera derita. Dapat dibayangkan di saat ayahanda tercintanya dalam pembuangan, ibunda yang mengasuhnya pun meninggal dunia karena derita tekanan batin memikirkan suaminya yang diasingkan.

Dikisahkan dalam buku terbitan 2014 tersebut, semenjak usia belia Raden Mas Said juga hidup dalam cengkeraman mara bahaya. Kekawatiran Patih Danurejo terkuak intrik kelicikannya, membuat dia terus berupaya melenyapkan Raden Mas Said.

Sepeninggalan ayahandanya dibuang ke Srilangka dan ibunya berpulang ke hadirat-Nya, dia diasuh Raden Ayu Sumonarso, neneknya. Sejak itu pula, Raden Mas Said tidak tumbuh berkembang layaknya putra bangsawan.

Baca Juga: Ekskavasi Kedua Situs Watu Genuk, BPCB Temukan Tiga Candi di Boyolali

Putra pertama Pangeran Aryo Mangkunegoro ini, menghabiskan waktu kecilnya tidak sepermainan bersama anak-anak keluarga Keraton. Bahkan, bisa disebut  tersingkir atau terbuang dari kehidupan istana.

“Raden Mas Said kesehariannya bermain dengan anak-anak abdi dalem  dan kawulo alit. Tidak jarang dia tidur di kandang kuda bersama teman-teman sepermainannya,” terang Ki Panji Koeswening, tim penulis yang juga editor buku sejarah Raden Mas Said tadi.

Naamun demikian, tidak membuat Raden Mas Said merasa kecil hati.  Pergaulannya dengan anak-anak abdi dalem dan kawulo alit,  justru membuatnya  tahu persis realita  penderitaan hidup masyarakat di luar istana.

Baca Juga: Primbon Jawa, Kamis Legi Pilih Tekuni Bidang Seni atau Sain Teknologi

Raden Sutowijoyo III, putra Tumenggung Nambang adalah teman karip  Raden Mas Said. Persahabatan yang terbangun sejak usia belia, perjalanan sejarah berikutnya menspirit kebersamaan berjuang melawan kolonial Belanda.

Setelah remaja Raden Sutowijoyo III dikenal bernama Raden Ngabehi Rangga Panambang. Sahabat karip yang lain, Surodiwongso dari Nglaroh, lebih dikenal Surodiwongso yang juga seperjuangan melawan penjajah di bumi pertiwi.  

Menginjak usia 14 tahun, Raden Mas Said diangkat Mantri Gandek Keraton Kartosuro oleh Susuhunan Paku Buwono II, diberi gelar Raden Mas Suryokusumo,  mendapatkan lungguh seluas 50 jung (sekitar  200 Bahu) di wilayah Ngawen Jogjakarta.

Baca Juga: Terinspirasi Filosofi Keseimbangan Alam, Ki Joko Melukis Wayang Bermedia Sekam Padi

Sedang kedua adiknya, Raden Mas Hambiya  (dengan nama baru dari Keraton) Raden Mas Martakusuma) dan Raden Mas Sabar (Raden Mas wiryokusumo), masing-masing mendapatkan tanah lungguh seluas 25 jung.

Tak lama setelah itu, justru Raden Mas Said mulai merasakan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dibalik pembuangan ayahandanya. Itulah yang menspiritnya menentang kekuasaan Susuhunan Paku Buwono II, penguasa Kerajaan Kartosuro yang bersengkongkol dengan kolonial Belanda .

Dibantu Raden Mas Sutowijoyo yang diangkat sebagai panglima perang, bergelar Kyai Ngabehi Ranggo Panambang. Satunya lagi, Ki Wirodiwongso diangkat patih bergelar Kyai Ngabehi Kudonowarso. (Bersambung) ***

 

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah