Jejak Pangeran Sambernyawa 1: Raden Mas Said, Putra Bangsawan yang Terbuang

- 17 November 2022, 07:05 WIB
Bedhaya Deratamata yang mengisahkan perlawan Raden Mas Said atau Pangeran Samber Nyawa   dengan bala tentara Kompeni Belanda
Bedhaya Deratamata yang mengisahkan perlawan Raden Mas Said atau Pangeran Samber Nyawa dengan bala tentara Kompeni Belanda /foto tangkapan media/

KARANGANYARNEWS – Manggayubagya Hari Jadi Kabupaten Karanganyar ke-105 tanggal 18 November 2022,  KaranganyarNews.com menurunkan tulisan bersambung Jejak Pangeran Sambernyawa, pahlawan nasional yang juga sebagai cikal bakal berdirinya Kabupaten Karanganyar.  

Rentang sejarah Kabupaten Karanganyar yang tahun ini telah berusia 105 tahun, tak lepas dari perjuangan Pangeran Samber Nyawa, pendiri dinasti Kerajaan (Pura) Mangkunegaran Surakarta.

Pangeran Sambernyawa yang juga bernama Raden Mas Said, lahir tanggal 7 April 1725 di Keraton Kartosuro. Putra Pangeran Aryo Mangkunegara buah perkawinannya dengan Raden Ajeng Wulan, putri Kanjeng Pangeran Aryo Balitar.

Baca Juga: Pengurus MSI Karanganyar Dikukuhkan Bupati, Inilah Susunan Pengurus Lengkapnya

Walau berdarah biru dan hidup di lingkungan Keraton, masa kecil Raden Mas Said penuh penderitaan dan keprihatinan hidup. Ketika berumur dua tahun,  ayahandanya dibuang ke Srilangka oleh pemerintahan kolonial Belanda.

Sebagaimana dilansir dari buku ‘Sejarah dan Nilai-nilai Luhur Raden Mas Said’ yang diterbitkan Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) Kabupaten Karanganyar,  Pangeran Aryo Mangkunegara difitnah Patih Danurejo.

Siasat licik Patih Keraton Kartosura yang bersekongkol dengan kolonial Belanda ini,  melaporkan  Pangeran Aryo Mangkunegara berselingkuh dengan selir Raja Kartosura Pakubuwono II, bernama Mas Ayu Larasati. 

Baca Juga: Antologi Puisi Melawan Pandemi, Luapan Empati Penyair Lintas Provinsi

Bagai sudah jatuh masih juga tertimpa tangga, Pangeran Sambernyawa kian didera derita. Dapat dibayangkan, di saat ayahanda tercintanya dalam pembuangan, ibunda yang mengasuhnya pun meninggal dunia karena tekanan batin.

Dikisahkan, semenjak usia belia Pangeran Sambernyawa juga hidup dalam cengkeraman mara bahaya. Kekawatiran Patih Danurejo terkuak intrik kelicikannya, membuatnya terus berupaya melenyapkan Pangeran Samber Nyawa.

Sepeninggalan ayahandanya dibuang ke Srilangka dan ibunya berpulang ke hadirat-Nya, Raden Mas Said diasuh oleh Raden Ayu Sumonarso, neneknya. Sejak itu pula, Pangeran Sambernyawa tidak tumbuh berkembang layaknya putra bangsawan lainnya.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Memaknai Falsafah Filosofi Pacul

Putra pertama Pangeran Aryo Mangkunegara ini, menghabiskan waktu kecilnya tidak sepermainan bersama anak-anak keluarga Keraton. Bahkan, bisa disebut  tersingkir atau terbuang dari kehidupan istana.

“Pangeran Sambernyawa kesehariannya bermain dengan anak-anak abdi dalem  dan kawulo alit. Tidak jarang dia tidur di kandang kuda bersama teman-teman sepermainannya,” terang Ki Panji Koeswening, tim penulis yang juga editor buku sejarah Pangeran Samberyawa tadi.

Naamun demikian, tidak membuat Pangeran Sambernyawa merasa kecil hati.  Pergaulannya dengan anak-anak abdi dalem dan kawulo alit,  justru membuatnya  tahu persis realita  penderitaan hidup masyarakat di luar istana.

Baca Juga: Ngaji Jiwa Jawi; Nama Japamantra dan Doa

Raden Sutowijoyo III, putra Tumenggung Nambang adalah teman karip  Pangeran Samber Nyawa. Persahabatan yang terbangun sejak usia belia, perjalanan sejarah berikutnya menspirit kebersamaan berjuang melawan kolonial Belanda.

Setelah remaja, Raden Sutowijoyo III dikenal bernama Raden Ngabehi Rangga Panambang. Sahabat karip yang lain, Surodiwongso dari Nglaroh, lebih dikenal Surodiwongso yang juga seperjuangan melawan penjajah di bumi pertiwi. 

Menginjak usia 14 tahun, Pangeran Sambernyawa diangkat Mantri Gandek Keraton Kartosuro oleh Susuhunan Pakubuwono II, diberi gelar Raden Mas Suryokusumo,  mendapatkan lungguh seluas 50 jung (sekitar  200 Bahu) di wilayah Ngawen Jogjakarta.

Baca Juga: Apresiasi Buku Perjanjian Giyanti, Bupati Juliyatmono: Sebarluaskan ke Seluruh Anak Didik

Sedang kedua adiknya, Raden Mas Hambiya  (dengan nama baru dari keraton Raden Mas Martakusuma) dan Raden Mas Sabar (Raden Mas wiryokusumo), masing-masing mendapatkan tanah lungguh seluas 25 jung.

Tak lama setelah itu, justru Pangeran Sambernyawa mulai merasakan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dibalik pembuangan ayahandanya.

Itulah yang menspiritnya menentang kekuasaan Susuhunan Pakubuwono II, penguasa Kerajaan Kartosuro yang bersengkongkol dengan kolonial Belanda.

Baca Juga: Karya ke-4 MSI Kabupaten Karanganyar, Hari Ini Buku Perjanjian Giyanti Dilaunching

Dibantu Raden Mas Sutowijoyo yang diangkat sebagai panglima perang, bergelar Kyai Ngabehi Ranggo Panambang. Satunya lagi, Ki Wirodiwongso diangkat patih bergelar Kyai Ngabehi Kudonowarso. (Bersambung) ***

Editor: Kustawa Esye


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x